Jumat, 30 Oktober 2009

Lihat Lebih Dekat


Pergilah sepi
Pergilah gundah
Jauhkanlah aku
Dari salah prasangka

Pergilah gundah
Jauhkan resah
Lihat segalanya
Lebih dekat
Dan ku bisa melihat
Lebih bijaksana

Mengapa bintang bersinar
Mengapa air mengalir
Mengapa dunia berputar
Lihat segalanya
Lebih dekat
Dan aku...
Akan mengerti...

Hikmah Perjalanan

Saat itu semua berlalu dengan cepat. Perjalanan itu. Perjalanan pertamaku sendirian ke Sumatera, yang mengantarkanku pada suatu kesadaran untuk selalu mempercayai bahwa semua rencanaNya indah dan pasti yang terbaik untuk hambaNya. Ia Yang Maha Kuasa dan Maha Tahu di atas segalanya.

Semuanya berawal dari sebuah telepon singkat yang sampai beberapa saat setelahnya masih belum bisa ku percaya. “Ayah udah nggak ada Ka, kasih tahu budhemu ya.” Hanya satu kalimat itu, setelahnya suara di ujung sana menutup telponnya. Suara ibu. Suara ibu yang menahan isaknya.

Seketika bayangan tentang ayah memenuhi pikiranku. Ayah yang tak kenal lelah dalam berjihad untuk memberi nafkah keluarganya, ayah yang pendiam dan jarang marah, ayah yang selama 3 tahun ini tidak pernah ku temui, ayah yang berjanji akan pulang untuk bertemu denganku 2 minggu lagi, ayah yang tak sempat kucium keningnya untuk terakhir kali.

Akhirnya dengan dukungan dan cinta serta selaksa do’a dari teman – teman tercinta, aku berangkat dari Surabaya ke Medan. Dua tiket pesawat PP yang ku dapat dari sahabat – sahabatku yang berhati lembut menambah keyakinanku akan janji Allah yang menjabarkan bahwa di setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Begitu besar rasa syukur ini, karena tak mungkin ku dapat berangkat tanpa tiket itu. Meski akhirnya ku tak sempat melihat ayah untuk terakhir kalinya.

Di tengah perjalanan seorang diri itu, aku bertemu dengan seorang bapak yang logatnya berbeda. Ternyata beliau adalah TKI yang bekerja di Malaysia. Setelah lima tahun baru kali ini bapak itu pulang, aku langsung teringat ayah yang juga rela kerja jauh di usia tuanya demi keluarganya.

Bapak itu bercerita kalau sebenarnya ia ingin tidak balik lagi ke Malaysia, namun hal itu tidak mungkin karena keadaan ekonominya. Bapak itu juga bercerita betapa keras dan payahnya perjuangannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Saat itu juga aku terbayang wajah ayah yang lelah namun tak pernah menyerah. Bahkan dalam detik terakhirnya, ia paksakan untuk makan agar bisa lekas sembuh untuk anak – anaknya.
Sekarang di sampingku ada seorang bapak yang juga masih menggenggam mimpi, harapan, suka dan duka anak – anaknya. Ia genggam mimpi itu seerat yang ia bisa hingga melahirkan kekuatan dan keikhlasan yang tak bertepi untuk anak – anaknya.

Ya Allah, kini ku sadar, betapa cinta Nya Engkau pada ayah. Ketika mungkin tubuhnya tak mampu lagi memikul beban berat ini, Engkau panggil ia ke sisi Mu. Kini pelajaran tentang kerja keras dan tawakkal itu telah kami, anak – anaknya, dapat. Adik yang sholatnya masih bolong – bolong kini mulai rajin, karena kau berpesan untuk selalu menjaga sholat di saat terakhirmu.

Kini saat menatap wajah lelah bapak di sampingku, aku hanya dapat berdo’a kepada Allah,
“Ya Allah, selalu berikan rahmat dan maghfiroh Mu kepada ayah – ayah yang masih berjuang di dunia ini. Ayah – ayah yang menggenggam mimpi, cinta, asa, suka dan duka anak – anaknya. Berikanlah kekuatan pada ayah – ayah yang melahirkan begitu banyak cinta dan keikhlasan di dunia ini, semoga hidayah selalu tercurah pada mereka dalam berjuang di jalan Mu. Amiin”

Dimuat di tarbawi