Sabtu, 10 November 2012

Majelis Jejak Nabi November




Ada tiga akhlak asasi pada diri Rasulullah, yang apabila akhlaq ini dimiliki oleh seseorang, maka ketika ia menjadi pemimpin, ia akan ditaati dan dihormati orang yang dipimpinnya, ketika ia menjadi pembicara, ia akan menjadi pembicara yang mengagumkan dan menggerakkan, dan ketika ia menjadi panglima, maka ia akan menjadi panglima yang dicintai oleh anak buahnya bahkan melebihi kecintaan mereka sendiri kepada diri mereka.

Ketiga akhlak asasi Rasulullah itu ada pada surat At Taubah 128:
"Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, serta penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin."

1. Merasa berat terasa terhadap apa yang membebani orang-orang yang dipimpinnya.

Dalam shirah diceritakan Rasulullah selalu berusaha merasakan hal yang sama atau bahkan lebih berat daripada beban dan penderitaan para sahabat,padahal sebenarnya beliau bisa saja meminta dan mendapatkan apa-apa yang beliau inginkan dari para sahabat yang sangat mencintainya. Ketika mendapat hadiah pun beliau selalu mengajak semua sahabat untuk menikmatinya bersama. Contoh : pada saat perang Khandaq, ketika para sahabat mengganjal perutnya dengan satu batu untuk sedikit menyamankan perut mereka yang kelaparan, ternyata Rasulullah pun mengganjal perutnya dengan dua batu karena sesungguhnya beliau lebih kelaparan daripada mereka. Ketika Abu Thalhah yang ingin memasakkan kambing untuk Rasulullah kemudian menyampaikannya diam-diam kepada beliau, Rasulullah malah mengumumkannya kepada para sahabat agar dapat menikmatinya bersama. Padahal saat itu Abu Thalhah hanya memasakkan 1 ekor kambing kecil, karena memang hanya itu yang ia punya sehingga ia hanya menawarkannya pada Rasulullah. Namun atas ijin Allah, makanan itu cukup untuk 3.000 pasukan di perang Khandaq, meskipun hal ini tidak tejadi setiap hari :) , hanya pada 'hari-hari istimewa' yang dikehendaki Allah.

2. Sangat menginginkan sekali hidayah atau keimanan bagi umatnya

Kisah sikap Rasulullah kepada penduduk Thaif mengajarkan kita makna kesabaran dalam berdakwah dan pentingnya menanamkan keinginan yang besar agar hidayah datang kepada orang yang kita dakwahi. Sebuah akhlaq yang sangat agung pada diri Rasulullah ketika dakwah beliau ditolak, kemudian beliau dicaci, dihina dan dilempari batu hingga berdarah-darah oleh penduduk Thaif:

a. Bila itu terjadi pada kita, yang kita adukan kepada Allah kemungkinan adalah beratnya beban dan penderitaan tersebut, pertanyaan kenapa bantuan dari Allah tidak kunjung datang, dll. Namun apa yang manusia agung itu adukan pada Allah? Sambil kelelahan dan duduk di bawah sebuah pohon,yang Rasulullah adukan kepada Allah adalah pengakuan beliau kepada Allah atas kelemahannya dan masih sedikitnya upaya yang bisa beliau lakukan untuk mendakwahi penduduk Thaif. Subhanallah..
b. Saat malaikat yang diutus Allah untuk melakukan apapun yang Rasulullah kehendaki bagi penduduk Thaif datang, kemudian menawarkan untuk menghancurkan penduduk Thaif, beliau menolaknya, beliau memaafkannya, bahkan beliau berharap di kemudian hari dari rahim penduduk Thaif lahir orang-orang yang beriman kepada Allah. Lalu waktu akhirnya menjawabnya dengan lahirlah Khalid bin Walid yang kemudian mendapat julukan Pedang Allah karena ia kemudian menjadi panglima perang yang strateginya selalu dapat mengalahkan musuh-musuh Allah, padahal faktanya ia adalah putera dari Walid bin Mughiroh yang merupakan salah satu penduduk Thaif yang memusuhi Rasulullah dan gencar menyampaikan bahwa Al Qur'an adalah shir yang dipelajari oleh orang-orang Islam. Ini adalah bukti bahwa Rasulullah sangat menginginkan sekali keimanan dan keselamatan bagi umat yang didakwahinya. Kecintaannya ini mengalahkan rasa sakit dan pedih yang beliau rasakan.

3. Penyantun dan penyayang kepada orang-orang mukmin

Beberapa contoh kisah kelembutan dan rasa sayangnya Rasulullah kepada para sahabat:
a. Beliau pernah menasehati Abdullah bin Umar dengan cara yang sangat halus. Caranya beliau berkata kepada para sahabat yang lain bahwa "Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Umar andai ia mau shalat malam". Akhirnya para sahabat pun berlomba-lomba menyampaiakannya kepada Abdullah bin Umar, awalnya meski sempat tersentak namun juga terharu karena dikatakan lelaki terbaik, Abdullah yang mendengar itu pun akhirnya tidak pernah lagi meninggalkan 1 malam pun tanpa shalat malam hingga akhir hayatnya.
b. Rasulullah hanya tersenyum saja saat para sahabat pernah bercanda bersama dengan saling melempar semangka. Karena meski hal itu mereka lakukan, sesungguhnya keimanan yang ada di dada mereka tetap menggunung.
c. Pada waktu yang lain, ada seorang sahabat yang bercandanya agak keterlaluan. Saat itu ia sedang agak kesal dengan salah seorang sahabat yang lain, maka ia akhirnya mengerjainya dengan menjualnya kepada salah seorang pedagang. Ia malah menjelaskan kepada pedagang itu bahwa sahabatnya itu adalah budak yang agak susah diatur, maka ia menjualnya dengan harga yang murah saja, dan jangan percaya kalau ia nanti mengatakan ia bukan budak, karena ia memang susah diatur. Namun setelah itu ia mengaku kepada Rasulullah bahwa ia baru saja menjual sahabatnya, mendengar itu pun Rasulullah tersenyum, lalu akhirnya memanggil pedagang yang membeli sahabat yang tadi dan berkata, "Biar saya beli budakmu yang terus meronta-ronta itu 10 kali lipat dari harga yang kau keluarkan." Lalu beliau mengumpulkan uang dan membelinya. ^_^
d. Ada juga seorang sahabat yang pernah 'berbuat ulah'. Ia menyembelih unta milik sahabat lain yang sedang ditambat di depan masjid. Saat tahu untanya disembelih orang lain tanpa ijin dulu kepadanya, ia kaget dan menanyakan mengapa hal itu dilakukan. Dengan santainya,sahabat yang masih menguliti unta yang bukan miliknya itu berkata, "Tenang saja, nanti orang yang menjadi imam di masjid itu yang akan membayarnya." Setelah mengetahui itu pun Rasulullah ikut tersenyum karena kejailan sahabat tersebut lalu kemudian membereskan masalah itu.

Nah, yang luar biasanya, meski ketiga akhlaq agung itu sudah dimiliki oleh Rasulullah, Allah masih mengingatkan lagi kepada beliau masih ada kemungkinan berpalingnya orang-orang yang beliau dakwahi dari hidayah (apalagi kita yang mungkin belum memiliki ketiga akhlaq di atas), di ayat selanjutnya yaitu QS. At Taubah 129:

" Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), 'Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arsy (singgasana) yang agung."

Ibnu Mubarak dalam tafsirnya tentang Surat At Taubah ayat 129, menjelaskan bahwa makna 'cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Ia' adalah:
1. Bila engkau menyibukkan dirimu dengan urusan akhirat, maka Allah akan mencukupkan urusan duniamu
2. Bila engkau memperbaiki aib-aib yang tersembunyi dalam dirimu, maka Allah akan memperbaiki yang tampak pada dirimu
3. Bila engkau memperbaiki hubunganmu dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubunganmu dengan manusia.

Maka cukuplah Allah saja bagi kita dan berserah diri kepada Allah atas segala usaha beramal shalih yang telah kita lakukan adalah sesuatu yang wajib dilakukan.
Wallahu 'alam bi showab.

~Semoga bermanfaat~

Majelis Jejak Nabi bulan November by Ustadz Salim A. Fillah at Masjid Al Falah Surabaya
9/11/12 (menjelang hari pahlawan)

Kamis, 01 November 2012

Murabbi, Keikhlasan yang Terus Mengalir, Batu Bata Penyusun Jamaah

Terimakasih Untuk Para Murabbi/Murabbiyah

Apa yang paling berat dilakukan oleh para murabbi/murabbiyah? Sepertinya konsistensi.

Setiap pekan, mereka meluangkan waktu 2-3 jam. Bisa jadi lebih untuk persiapan. Setiap pekan, mereka mengutak-atik waktunya, agar jadwal yang satu ini tidak terganggu. Bahkan dengan urusan anak, istri/suami, maisyah atau tugas kuliah, kecuali urusan yang benar-benar mendesak. Kadang mereka mesti mengisi halaqoh diiringi istri/suami cemberut atau anak menangis. Kadang mereka mesti mengisi dengan melupakan sejenak hutang yang mesti dibayar besok atau uang SPP yang belum terbayar. Ada juga yang mesti mematikan HP-nya agar Si Bos, Atasan atau Klien kebutuhannya tertunda sebentar. Untuk para murabbi/murabbiyah yang telah mapan, biasanya kemapanannya harus dikonversi dengan waktu yang makin sempit. Dengan kewajiban dakwah, rapat,menjaga silaturrahim keluarga, aktif di masyarakat, mereka juga harus merelakan waktunya diberikan untuk anak orang lain, bukan saudara, bukan kerabat. Hanya karena kesadaran akan kewajiban dakwah & manfaat akhirat.

Terima kasih para murabbi/murabbiyah. Kita semua berada di jalan dakwah ini, atas peran murabbi/murabbiyah.

Murabbi/murabbiyah bisa jadi bukan yang paling shaleh, bisa jadi bukan yang paling pintar, bisa jadi bukan yang paling mapan, bisa jadi bukan di struktur yang paling tinggi. Tapi mereka cerminan pribadi ikhlas. Mereka tidak berharap pada para mutarabbi/mutarabbiyah. Bahkan kadang mutarobbi/mutarabbiyah lupa peran mereka. Kadang yang diingat hanya kekurangan mereka. Padahal mereka sejatinya guru, orang tua,syaikh, & pimpinan. Walau kadang mereka tidak sesempurna yang diharapkan. Ala kulli hal, batu bata jamaah dibangun atas jasa mereka.

Untuk para murabbi/murabbiyah jazakumullah & teruslah menjaga keikhlasan sehingga terjaga konsistensi. Karena balasan kebaikan di akhirat tidak berbanding dengan apapun di dunia. Untuk mutarabbi/murabbiyah patutlah kita berterima kasih, doa dalam qiyamul lail sudah sangat berarti.

Dan kadangkala disatu masa dalam hidup berjamaah ini, kita sedang kosong,tidak membina. Kita berharap ALLAH SWT berkenan menjadikan kita jalan bagi hidayah salah seorang hamba-Nya, walau satu orang. Sehingga tanpa kita sangka, kita mempunyai tabungan amal kebaikan yang kita sendiri tidak merasa melakukannya. Aamiin.

#Indonesia.. Harapan Itu Masih Ada

Minggu, 28 Oktober 2012

Adik-Adik Baru

Membina di dakwah sekolah? Ini yang pertama, apalagi sebelumnya saat SMP/SMA saya juga tak terjaring dalam aktivitas dakwah sekolah. Apakah rasanya berbeda? Lalu apa bedanya dengan membina di kampus, terutama kampus besar ?

Sebenarnya yang membedakan adalah usia mad'u yang kita hadapi, sehingga dalam memperlakukan mereka pun berbeda, apalagi latar belakang mereka yang berbeda dengan anak kampusan yang sebagian besar memiliki keluarga yang berlatarbelakang ekonomi menengah ke atas. Ditambah lagi mereka dari kota yang cukup pelosok :). Maka kemungkinan besar ada lebih banyak luka yang harus diobati. Kenapa saya sebut luka? Karena itu yang saya lihat ada pada diri adik-adik ini, dan sangat bisa dimaklumi. Oh, tapi ini bukan berarti mereka tidak potensial berubah menjadi lebih baik, malah sesungguhnya luka yang diobati dengan baik, akan membuat seseorang lebih kuat ke depannya. Karena itu tarbiyah langsung dari Allah.

Luka itu berwujud apa?

Pernah ada sms yang masuk ke hp saya, isinya berbunyi, "Mbak, saya mau tanya, apa sih tujuan manusia hidup di dunia?" Saat itu saya masih dalam perjalanan pulang menuju rumah, malam takbiran menjelang Idul Adha. Wah, sms seperti ini tidak bisa dibalas sekenanya, misal "Oh, tujuan Allah menciptakan manusia dan juga jin adalah untuk beribadah kepada Allah dek, ada kok di Al ur'an." Titik. Karena pasti ada sesuatu di balik pertanyaan yang menurut saya 'berat' ini. Maka saya tambahkan seperti ini, "Tujuan manusia dan juga jin diciptakan itu untuk beribadah kepada Allah, ada di Al Qur'an surat Adz Dzariyat dek, nah sekarang tinggal kita pahami lagi apa itu beribadah, karena semua yang dicintai dan diridhai Allah adalah termasuk ibadah, asal kita meniatkannya hanya untuk Allah, baik itu menuntut ilmu, berbakti kepada orang tua, bahkan tersenyum sekalipun :)

Lalu pertanyaan inti muncul,

"Mbak, boleh tanya satu lagi kan? Apa sih tanda orang tua sayang dengan anaknya, karena saya tidak merasa disayang orang tua saya."

Ini pertanyaan khas anak SMP dan SMA, merasa orang tua mereka jauh dari mereka, tidak menyayangi mereka, dll. Apalagi ditambah memang pola asuh dari orang tua yang akses pendidikannya baik formal maupun tidak kurang. Akhirnya saya minta ijin membalas sms itu nanti setelah sampai rumah, dan ternyata akhirnya harus dilanjutkan saat liqo selanjutnya.

Itu salah satunya, ada lagi yang mengungkapkan, "Mbak boleh tidak nadzar seperti ini, ini bukan saya lho mbak, tapi ibu-ibu yang jualan di sekolah saya, katanya kalau ibu itu dapat VCD player waktu jalan sehat, ibu itu mau shalat lima waktu, gitu boleh tidak mbak?"

Meski kaget, saya coba tetap menjawab dengan tenang, "Yaa, mana boleh dek, nadzar itu dengan sesuatu yang berbentuk ibadah sunnah kepada Allah, lalu karena dinadzarkan jadi wajib, sedangkan kalau shalat lima waktu kan emang wajib ya, ya tidak?"

"Hehe.. iya mbak. Ohya mbak, saya juga pernah nadzar kalau saya menang lomba lari saya akan puasa 7 hari berturut-turut dan lari di lapangan sambil bawa piala, yang lari-lari udah mbak, tapi puasanya sampai sekarang belum saya lunasi, itu harus dilunasi ya mbak?

"Oh iya, itu hutangnya adik sama Allah. Lain kali kalau ragu bisa melakukannya, tidak usah bernadzar yang dirasa berat ya, atau lebih baik berazzam saja, bercita-cita kuat, misal berazzam saya ingin puasa Senin Kamis misalnya, tapi dilakukan sebelum urusannya itu, niatkan karena Allah, sekalian berharap dengan mendekatkan diri kepada Allah seperti itu akan mengabulkan do'a adik agar menang. Dan satu lagi, nadzar itu dengan suatu ibadah yang mendekatkan diri kita pada Allah, kira-kira lari di lapangan sambil bawa piala itu mendekatkan diri kita sama Allah tidak?"

"Hehe.. Nggak mbak."

Masih fokus di muwashaffat pertama dan kedua memang, Salimul Aqidah dan Shahihul Ibadah. Semoga liqa yang mungkin hanya beberapa bulan di kota ini membawa secercah cahaya untuk mereka.

Saat melihat kalian
Hilang semua letih
Seperti melihat diriku dulu
Saat masih terbata
Saat masih mengeja
Makna mengenal Allah
Makna mengenal Rasul
Makna hidup yang sesungguhnya
Makna tugas seorang hamba, seorang manusia...
Ya Allah, tautkan hati - hati kami
Berilah setitik sinarMu yang terang benderang
Yang mampu menghapus segala kelam..
Yang membawa kami menikmati indahnya Islam, ukhuwah dan dakwah....

Berwajah Cerah

 
Mencoba memaknai hadits Rasulullah :“Jangan sekali-kali engkau meremehkan perkara kebaikan walaupun hanya berwajah cerah ketika engkau bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim).

Kenapa Rasulullah mengajarkan kita untuk berwajah cerah, tidak boleh meremehkannya bahkan.
Padahal, penat seringkali datang mewarnai hari, letih datang menyempitkan hati.

Pernah ada saudari tersayang yang mencoba membantuku memaknai hal itu.
Katanya, "Sepertimu, aku pun menjalani hari-hari yang tak selalu warni. Bertemu banyak wajah di luar yg tak selalu teduh. Dan sepertimu, Tetes peluh karena terik Surabaya seringkali memacu darah berlomba mendaki ubun."

Lalu tambahnya lagi, "Akan tetapi, tiap kali kembali, pulang ke asrama (etos). Ku tanggalkan segenap lelah, juga ragam masalah. Karena ku tahu kau pun letih. Mungkin harimu juga tak ramah ya? Atau beban kuliahmu bertambah? Atau hari ini hatimu sempit sebah? Maka aku ingin tersenyum untukmu :). Sekedar kau tahu, bahwa aku menyapa, peduli kau ada."

Berusahalah tersenyum, meski tak selalu mudah. Bahkan saat duka menyapa hati. Agar setan tak dapat mendekat merapuhkan hatimu. Tersenyumlah saudaraku, dengan penuh ikhlas. Tak ada alasan untuk lara dan tak bersyukur. Kita pun tak pernah tahu siapa yg lebih duka, siapa yang lebih berhak dihibur, aku, kau atau yang lain.

Saat berkumpul bersama, berusahalah berwajah cerah:). Agar teduh tentram siapa yang memandang, lalu kita berbicara hangat dan hati-hati kita pun lekat. Wajah yang cerah menularkan pengharapan, menguatkan satu sama lain. Membuka ruang bagi saudara yang lain untuk bersandar sejenak meredam lelah. Tempat Allah menuangkan rahmat dan cintaNya untuk kita.

Maka akhwati fillah, tersenyumlah selalu saat bertemu saudarimu. Ada kebaikan di sana, yang mengantarkan pada keteguhan kita bersama di jalan ini. :)


Sabtu, 27 Oktober 2012

Dakwah adalah Cinta, dan Cinta akan Meminta Segalanya Darimu

Memang seperti itulah dakwah. Dakwah adalah cinta.
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu. Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu.
Berjalan, duduk, dan tidurmu..
Bahkan di tengah lelapmu, isi mimpimu pun tentang dakwah.
Tentang umat yg kau cintai..

Lagi-lagi memang seperti itu Dakwah, menyedot saripati energimu.
Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh rentamu.
Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. .
Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari..

Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah.
Beliau memang akan tua juga.
Tapi kepalanya beruban karena beban berat dari ayat yg diturunkan Allah.

Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz.
Dia memimpin hanya sebentar.
Tapi kaum muslimin sudah dibuat bingung.
Tidak ada lagi orang miskin yg bisa diberi sedekah.

Tubuh mulia itu terkoyak-koyak.
Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah bekerja.
Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok.
Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian meninggal.
Toh memang itu yang diharapkannya; mati sebagai jiwa yang tenang.

Dan di etalase akhirat kelak, tubuh Umar bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik. Kepalanya sampai botak.
Umar yang perkasa pun akhirnya membawa tongkat ke mana-mana.
Kurang heroik?
Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling legendaris sepanjang sejarah;

luka ditikamnya seorang Khalifah yang sholih, yang sedang
bermesra-mesraan dengan Tuhannya saat sholat.

Dakwah bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak membosankan.

Dakwah bukannya tidak menyakitkan. Bahkan juga para pejuang risalah,
bukannya sepi dari godaan kefuturan.

Tidak...
Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu bersama mereka sepanjang hidupnya.
Setiap hari.
Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi dengan amalan yang jauh lebih "tragis".

Justru karena rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu menemani...
justru karena rasa sakit itu selalu mengintai ke mana pun mereka pergi...
akhirnya menjadi adaptasi.
Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur,
pada akhirnya salah satunya harus mengalah.
Dan rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk mencekik iman.
Lalu iman akan terus berkobar dalam dada.

Begitu pula rasa sakit.

Hingga luka tak kau rasa lagi sebagai luka.
Hingga "hasrat untuk mengeluh" tidak lagi terlalu menggoda,
dibandingkan jihad yang begitu cantik.

Begitupun Umar. Saat Rasulullah wafat, ia histeris.
Namun saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk.

Bukannya tidak cinta pada abu Bakar.
Tapi saking seringnya "ditinggalkan" , hal itu sudah menjadi kewajaran.
Dan menjadi semacam tonik bagi iman..

Karena itu kamu tahu.

Pejuang yg heboh ria memamer-mamerkan amalnya,
adalah anak kemarin sore.
Yg takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya juga begitu.
Karena mereka jarang disakiti di jalan Allah.
Karena tidak setiap saat mereka memproduksi karya-karya besar.
Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal itu mereka rasakan,
mereka merasa menjadi orang besar.
Dan mereka justru menjadi target doa para mujahid sejati, "
ya Allah, berilah dia petunjuk... sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha Penyayang... "

Maka satu lagi seorang pejuang tubuhnya luluh lantak.
Jasadnya dikoyak beban dakwah.

Tapi iman di hatinya memancarkan cinta...
Mengajak kita untuk terus berlari...

"Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu."
(alm. Ust Rahmat Abdullah)

Kalau iman dan syetan terus bertempur. Pada akhirnya salah satunya
harus mengalah...

Maka...
Luruskanlah niatmu Hai sahabat
Membina umat, menggapai hidayah
Tetapkanlah langkahmu saudaraku,
Dalam menapaki langkah perjuangan
Teguhkanlah jiwamu kawan,
Usah kau ragu dengan janji Rabb mu
Melaju menderu tanpa jemu
Runtuhkan barisan musuhmu..
Allahu Akbar !!

Keutamaan Penghafal Al Qur'an (Hafidz)

 
Banyak hadits Rasulullah saw yang mendorong untuk menghafal Al Qur'an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah swt. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, "Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Qur'an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh." (HR. Tirmidzi)

Berikut adalah Keutamaan menghafal Qur'an yang dijelaskan Allah dan Rasul-Nya, agar kita lebih terangsang dan bergairah dalam berinteraksi dengan Al Qur'an khususnya menghafal.

KEUTAMAAN DI DUNIA

1. Hifzhul Qur'an merupakan nikmat rabbani yang datang dari Allah
Bahkan Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap para ahlul Qur'an,"Tidak boleh seseorang berkeinginan kecuali dalam dua perkara, menginginkan seseorang yang diajarkan oleh Allah kepadanya Al Qur'an kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, sehingga tetangganya mendengar bacaannya, kemudian ia berkata, 'Andaikan aku diberi sebagaimana si fulan diberi, sehingga aku dapat berbuat sebagaimana si fulan berbuat'" (HR. Bukhari)
Bahkan nikmat mampu menghafal Al Qur'an sama dengan nikmat kenabian, bedanya ia tidak mendapatkan wahyu,"Barangsiapa yang membaca (hafal) Al Qur'an, maka sungguh dirinya telah menaiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya."(HR. Hakim)

2. Al Qur'an menjanjikan kebaikan, berkah, dan kenikmatan bagi penghafalnya
"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya" (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Seorang hafizh Al Qur'an adalah orang yang mendapatkan Tasyrif nabawi (penghargaan khusus dari Nabi SAW)
Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi SAW kepada para sahabat penghafal Al Qur'an adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Qur'an. Rasul mendahulukan pemakamannya. "Adalah nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, "Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Al Qur'an, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat." (HR. Bukhari)
Pada kesempatan lain, Nabi SAW memberikan amanat pada para hafizh dengan mengangkatnya sebagai pemimpin delegasi. Dari Abu Hurairah ia berkata, "Telah mengutus Rasulullah SAW sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, "Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab,"Aku hafal surat ini.. surat ini.. dan surat Al Baqarah." Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?" Tanya Nabi lagi. Shahabi menjawab, "Benar." Nabi bersabda, "Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi." (HR. At-Turmudzi dan An-Nasa'i)
Kepada hafizh Al Qur'an, Rasul SAW menetapkan berhak menjadi imam shalat berjama'ah. Rasulullah SAW bersabda, "Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya." (HR. Muslim)

4. Hifzhul Qur'an merupakan ciri orang yang diberi ilmu
"Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim." (QS Al-Ankabuut 29:49)

5. Hafizh Qur'an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi
"Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, "Siapakah mereka ya Rasulullah?" Rasul menjawab, "Para ahli Al Qur'an. Merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya." (HR. Ahmad)

6. Menghormati seorang hafizh Al Qur'an berarti mengagungkan Allah
"Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang tua yang muslim, penghafal Al Qur'an yang tidak melampaui batas (di dalam mengamalkan dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan mengamalkannya) dan Penguasa yang adil." (HR. Abu Daud)


KEUTAMAAN DI AKHIRAT

1. Al Qur'an akan menjadi penolong (syafa'at) bagi penghafal
Dari Abi Umamah ra. ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Bacalah olehmu Al Qur'an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa'at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya)."" (HR. Muslim)


2. Hifzhul Qur'an akan meninggikan derajat manusia di surga

Dari Abdillah bin Amr bin 'Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Akan dikatakan kepada shahib Al Qur'an, "Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur'an di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca." (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Para ulama menjelaskan arti shahib Al Qur'an adalah orang yang hafal semuanya atau sebagiannya, selalu membaca dan mentadabur serta mengamalkan isinya dan berakhlak sesuai dengan tuntunannya.

3. Para penghafal Al Qur'an bersama para malaikat yang mulia dan taat
"Dan perumpamaan orang yang membaca Al Qur'an sedangkan ia hafal ayat-ayatnya bersama para malaikat yang mulia dan taat."(Muttafaqun 'alaih)

4. Bagi para penghafal kehormatan berupa tajul karamah (mahkota kemuliaan)
Mereka akan dipanggil, "Di mana orang-orang yang tidak terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabku?" Maka berdirilah mereka dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota kemuliaan, diberikan kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan dengan tangan kirinya. (HR. At-Tabrani)

5. Kedua orang tua penghafal Al Qur'an mendapat kemuliaan
Siapa yang membaca Al Qur'an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, "Mengapa kami dipakaikan jubah ini?" Dijawab,"Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur'an." (HR. Al-Hakim)

6. Penghafal Al Qur'an adalah orang yang paling banyak mendapatkan pahala dari Al Qur'an
Untuk sampai tingkat hafal terus menerus tanpa ada yang lupa, seseorang memerlukan pengulangan yang banyak, baik ketika sedang atau selesai menghafal. Dan begitulah sepanjang hayatnya sampai bertemu dengan Allah. Sedangkan pahala yang dijanjikan Allah adalah dari setiap hurufnya. "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur'an maka baginya satu hasanah, dan hasanah itu akan dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf." (HR. At-Turmudzi)

7. Penghafal Al Qur'an adalah orang yang akan mendapatkan untung dalam perdagangannya dan tidak akan merugi
"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS Faathir 35:29-30)

Semoga kita terus diberikan nikmat menghafal Al Qur'an, yang mampu mengambil manfaat dari Al Qur'an dan kelezatan mendengar ucapan-Nya, tunduk kepada perintah-perintah dan larangan-larangan yang ada di dalamnya, dan dijadikan orang-orang yang beruntung ketika selesai khatam Al Qur'an. Allahumma amin"

Maraji':

* Abdul Aziz Abdur Rauf, Lc. Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur'an Da'iyah.
* Dr. Yusuf Qardhawi. Berinteraksi dengan Al Quran.

#Mari bersama kembali benar-benar memperhatikan amalan hati, makanan ruh, agar berkah semua aktivitas kebaikan yang kita lakukan. Barakallahu lakum :)

Surat Ayah kepada Anaknya

Assalamu'alaykum wr. wb.
Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya hanya Alloh yang tahu. Sebelum kulanjutkan, bacalah surat ini sebagai surat seorang ayah kepada anaknya yang sesungguhnya bukan miliknya, melainkan milik Tuhannya.

Nak, menjadi ayah itu indah dan mulia. Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini. Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta. Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui.

Nak, menjadi ayah itu mulia. Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog seorang ayah dengan anak-anaknya.

Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ayah itu berat dan sulit. Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas kebapakanku terhadapmu.

Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun. Bahkan dihadapan Alloh, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini.

Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ibumu. Sebagai bukti, bahwa aku dan ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua. Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata: “TIDAK”, timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya. Engkau bukan milikku, atau milik ibumu Nak. Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu. Engkau adalah milik Alloh. Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Alloh.

Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau. Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi,kusesali kesalahanku itu sepenuh -penuh air mata dihadapan Alloh. Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.

Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu. Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena aku dan ibumu. Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Alloh.

Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan Alloh. Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan Alloh. Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit.

Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam. Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain. Agar dapat kau rasakan perjalanan rohaniah yang sebenarnya. Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti. Perjalanan mengenal Alloh tak kenal letih dan berhenti.

Nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa.

Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Alloh, dan kudapati jarakku amat jauh dari Nya, aku akan ikhlas. Karena seperti itulah aku di dunia. Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Alloh. Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa kita kembalikan kepada pemiliknya. Dari ayah yang senantiasa merindukanmu.

Wassalamu'alykum wr.wb.

*Diambil dari sebuah blog. Semoga menginspirasi :)

Keragaman yang Produktif

by Ustadz Anis Matta

Dalam konteks qiyadah-jundiyah yang juga tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mengelola perbedaan pendapat dalam jamaah da'wah dan mengubahnya menjadi faktor produktif bagi da'wah.

Beberapa tradisi yang kuat yang dengan sendirinya akan mengubah keragaman menjadi faktor produktif.



1. Tradisi ilmiah

Da'wah bekerja pada domain yang sangat luas dan rumit, yang tidak mungkin dicerna, dianalisis dan disikapi tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan kemampuan berfikir sitematis dan obyektif. Ada tiga landasan utama tradisi ilmiah:
• sistematika berpikir yang solid
• struktur pengetahuan yang kokoh
• kemampuan pembelajaran yang cepat
Dengan tradisi ilmiah kita mencegah setiap orang berbicara dari pikiran yang hampa dan hati yang kosong, dari kesembronoan dan kelatahan. Tradisi ilmiah mengajarkan makna pertanggungjawaban atas kata yang kita ucapkan.

2. Tradisi verbalitas

• Tradisi ilmiah hanya bisa tumbuh dengan baik apabila diwadahi dengan keterbukaan yang wajar. Setiap gagasan yang baik menerima tempat yang baik dalam hati kita.
• Tradisi ini berkembang bila secara individual punya tradisi verbalitias yaitu kebiasaan mengungkapkan pikiran secara wajar, alami dan apa adanya.
• Dengan tradisi verbalitas kita mengajarkan makna keberanian yang natural dan kehormatan yang wajar.

3. Tradisi pembelajaran kolektif

Baik individu maupun jama'ah berkembang melalui referensi normatif maupun pengalaman sejarah. Da'wah yang kita lakukan adalah mata rantai perjalanan manusiawi dan relatif . Walaupun Alloh sanggup membuat seluruh penduduk bumi beriman seketika, tapi Ia menghendaki itu terjadi melalui da'wah yang dilakukan manusia. Kemampuan kita untuk belajar secara kolektif hanya dapat ditingkatkan jika kita memiliki semangat dan kejujuran yang memadai untuk belajar, seperti:
• kemauan untuk mendengar semua pendapat yang beragam,
• mencerna
• menganalisis
• memikir ulang pendapat2 orang lain
Dengan tradisi ini kita bisa mengakselarasi pertumbuhan kapasitas da'wah untuk menyamai tantangan dan marhalahnya.

4. Tradisi toleransi

Dengan tradisi ini kita harus membiasakan diri untuk memiliki:
• kelapangan dada
• kerendahan hati
• membebaskan diri dari kepicikan
• prasangka buruk
• mengkondisikan diri untuk menghargai waktu
Karena sebuah gagasan terkadang harus diuji di lapangan dan perlu waktu. Tapi membuat seseorang mentoleransi orang lain adalah menunjukkan keluasan ilmu dan wawasannya. Itu yang membantunya memahami orang secara tepat. Memahami alasan-alasan yang mendorong seseorang memiliki sebuah sikap.

Inilah tradisi yang perlu kita tanamkan dalam lingkungan dakwah kita. Baik di kalangan qiyadah maupun jundi. Sehingga orang-orang yang terlibat meski berasal dari latar belakang yang berbeda dapat merasa nyaman dalam berjama’ah karena adanya keseimbangan yang indah antara kebebasan dan tanggung jawab serta keterbukaan dan keterkendalian.

Barakallahu lakum ikhwah. Selamat beramal!


Pesan Ayah dan Ibu, Jika Aku Sudah Tua Nanti


Jika aku tua nanti,
Mengertilah terhadapku,
Jika aku lupa cara mengikat sepatuku ,
Ingatlah saat ku dulu mengajarimu..

Kalau aku berulang-ulang mengatakan sesuatu,
Bersabarlah mendengarkanku
Jangan memutus pembicaraanku
Walau sudah bosan telingamu..

Jika aku seketika lupa pembicaraan kita,
Berilah aku waktu untuk mengingatnya
Bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting
Asal kau ada mendengarkan disampingku..

Saat kau kecil aku harus mengulang cerita
Yang telah beratus kali kubacakan agar kau tertidur dan gembira
Jika aku tua nanti, rengkuhlah jemariku ini
Beri aku perhatianmu yang tak pernah henti..

Kalau aku perlu kamu memandikanku, janganlah marah kepadaku
Ingatlah, sewaktu kecil aku harus memakai seribu cara untuk membujukmu
Kalau aku tak paham informasi dan hal baru, janganlah mengejekku
Ingatlah dahulu aku harus bersabar menjawab setiap "mengapa" darimu..

Jika nanti aku lemah dan tak sanggup berjalan lagi,
Ingatlah saat kau dulu belajar menapakkan kaki
Ulurkanlah tanganmu yang masih kuat untuk memapahku
Seperti saat aku dulu mendampingimu..

Kini, temani aku jalani sisa usiaku
Berikan kasih tulus mu
Kan ku balas dengan rasa syukurku
Serta cinta tak terhingga untukmu..

Jika aku tua nanti,
Kelak kan tiba waktuku tuk pergi
Panjatkanlah selalu doamu padaNya yang Maha Tinggi
Karena permohonanmu kan melesat bagai cahaya dalam kuburku…menerangi..

Jangan kau tangisi dan ratapi aku dengan kesedihanmu
Berdoa dan perbanyaklah amal baikmu
Doa anak salehah yang kan membantu
dan jadi pelita dalam kuburku..

Jadilah orang yang berbakti
Isi hidup dengan hal yang berarti
Agar kelak Dia kan mempertemukan kita kembali
Ditaman surgaNya yang abadi..

*Kepada para pejuang tangguh di rantauan : Tetap berjuang raih ridhoNya dengan berbakti dan memuliakan orang tua kita. Salam buat orang tua antunna di rumah :)

Do'a Cinta Sang Imam

by Ustd. Anis Matta

“Ya Allah Engkau tahu
Hati-hati ini telah
Berkumpul daiam cintaMu
Bertemu dalam taatMu
Menyatu menolong dakwahMu
Berjanji perjuangkan syariatMu
Maka eratkan ikatannya
Dan abadikan cintanya”

Tidak ada penjelasan historis tentang suasana yang melatari Imam Syahid Hasan Al Banna saat
menulis potongan doa itu. Ia menyebutnya Wirid Pengikat. Pengikat hati. Hati yang sedang
dibangunkan untuk memikul beban kebangkitan umat. Beban mereka berat. Jumlah mereka sedikit.
Musuh mereka banyak. Jadi mereka butuh landasan yang kokoh dan pengikat yang kuat.
Landasannya adalah iman. Pengikatnya adalah cinta.

Cinta menjalin jiwa-jiwa mereka dalam kelembutan yang menyamankan: maka setiap mereka
adalah permadani sutera yang empuk, setiap orang dengan segala tipenya bisa duduk santai di situ.
Cinta mereka selalu mampu menampung semua bentuk perbedaan: ada kebebasan berpendapat tapi
tidak ada sikap yang melukai, ada keterbukaan tapi objektivitas tetap di atas segalanya. Cinta
melahirkan pertanggungjawaban: setiap mereka selalu bertanya tentang sejauh mana mereka
mampu mempertanggungjawabkan sikap mereka di depan Allah?

Tapi cinta juga melahirkan kelembutan: maka perbedaan-perbedaan mereka terkelola dalam etika
yang menyamankan jiwa. Karena setiap pembicaraan mereka selalu berujung amal. Beban dan
perbedaan di antara mereka tidak akan mengubah situasi mereka. Seperti kata Iqbal, “sebagai sapu
lidi yang dlikat cinta untuk membersihkan kehidupan.”

Tapi cinta juga memberi mereka energi. Para pemikul beban kebangkitan itu pastilah akan
menempuh jalan perjuangan penuh liku dan pendakian. Pada setiap satu jarak waktu dan tempat
beban mereka bertambah. Mereka pasti mengalami penuaan dini, seperti kata Rasulullah saw:
“Surat Hud dan saudara-saudaranya telah mengubankan rambutku.”
Kalau bukan dengan energi yang dahsyat, siapakah yang sanggup mendaki gunung sembari
memikul beban? Dan cintalah sumbernya.

Energi cinta memicu mereka untuk bergerak dan bertumbuh dalam tempo yang cepat. Tapi ikatan
cinta mengatur irama mereka dalam keserasian yang indah. Itu sebabnya mereka kuat. Nyaman.
Dan abadi. Jadi, biarkan Sang Imam menggumamkan kembali doa cintanya:
“Maka eratkan ikatannya
Dan abadikan cintanya.”
(Sumber: Majalah Tarwabi edisi 68 Th. 5/Jumadil Awwal 1425 H/8 juli 2004 M)



*Semoga Allah menganugerahkan cinta ini dan keistiqomahan mempertahankannya kepada kita. Aamiin :)

Keutamaan Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Puasa enam hari bulan Syawal setelah mengerjakan puasa wajib bulan Ramadhan adalah amalan sunnat yang sangat dianjurkan.
Diantara keutamaannya adalah sebagai berikut ;
“Barangsiapa yang mengerjakannya (puasa enam hari bulan Syawal -Red) niscaya dituliskan baginya puasa satu tahun penuh (jika ia berpuasa pada bulan Ramadhan).

Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih dari Abu Ayyub Radhiyallahu ‘Anhu Bahwa Rasulullah Saw bersabda:
" من صام رمضان وأتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر . " رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه.
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’I dan Ibnu Majah)

وقد فسّر ذلك النبي صلى الله عليه وسلم بقوله : " من صام ستة أيام بعد الفطر كان تمام السنة : (من جاء بالحسنة فله عشر أمثالها ) . " وفي رواية : " جعل الله الحسنة بعشر أمثالها فشهر بعشرة أشهر وصيام ستة أيام تمام السنة " النسائي وابن ماجة وهو في صحيح الترغيب والترهيب 1/421 ورواه ابن خزيمة بلفظ : " صيام شهر رمضان بعشرة أمثالها وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة " .
Rasulullah menjabarkan dalam sabdanya: “ Barang siapa mengerjakan puasa enam hari bulan Syawal setelah ‘Iedul Fitri berarti ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Dan setiap kebaikan diganjar sepuluh kali lipat.”
Dalam sebuah riwayat berbunyi :“Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun.” (HR. An-Nasa’I dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih Targhib)

Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dengan lafadz: “Puasa bulan Ramadhan setara dengan puasa sepuluh bulan. Sedang puasa enam hari bulan Syawal setara dengan puasa dua bulan. Itulah puasa setahun penuh.

Para ahli fiqih madzhab Hambali dan Syafi’I menegaskan bahwa puasa enam hari bulan Syawal setelah mengerjakan puasa Ramadhan setara dengan puasa setahun, karena pelipat gandaan pahala secara umum juga berlaku pada puasa-puasa sunnah. Dan juga setiap kebaikan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat.

Salah satu faidah terpenting dari pelaksanan puasa enam hari hari bulan Syawal ini adalah menutupi salah kekurangan puasa wajib pada Ramadhan. Sebab puasa yang kita lakukan pada bulan Ramadhan pasti tidak terlepas dari kekurangan atau dosa yang dapat mengurangi keutamaannya. Pada hari kiamat nanti akan diambil pahala puasa sunnat tersebut untuk menutupi kekurangan puasa wajib.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Amal ibadah yang pertama kali dihisab pada Hari Kiamat adalah shalat. Allah Ta’ala berkata kepada malaikat –sedang dia Maha Mengetahui tentangnya- : “Periksalah ibadah shalat hamba-hamba-Ku, apakah sempurna ataukah kurang. Jika sempurna maka pahalanya ditulis utuh sempurna. Jika kurang, maka Allah memerintahkan malaikat: “Periksalah apakah hamba-Ku itu mengerjakan shalat-shalat sunnat? Jika ia mengerjakannya maka tutupilah kekurangan shalat wajibnya dengan shalat sunnat itu.” Begitu pulalah dengan amal-amal ibadah lainnya.” (HR. Abu Dawud)

Wallahu a’lam.

Kita, Prasangka dan Mereka

Kita hidup di tengah-tengah khalayak
yang selalu berbaik sangka..

Alangkah berbahayanya
terlalu percaya pada baik sangka mereka
Membuat kita tak lagi jujur pada diri
atau menginsyafi, bahwa kita tak seindah prasangka itu

Tapi keinsyafan membuat kadang terfikir
bersediakah mereka tetap jadi saudara
saat tahu siapa kita sebenarnya
kadang terrasa, bersediakah dia tetap menjadi sahabat
saat tahu hati kita tak tulus, penuh noda dan karat
dan.. bersediakah dia tetap mendampingi kita di sepanjang
jalan cinta para pejuang
ketika tahu bahwa iman kita berlubang-lubang

Inilah bedanya kita dengan Sang Nabi
dia dipercaya, karena dia dikenal
sebagai Al Amin, orang yang tepercaya
sementara kita dipercaya, justru karena
mereka semua tidak mengenal kita..

yang ada hanya baik sangka..

Maka mari kita hargai dan jaga semua baik sangka itu
dengan berbuat sebaik-baiknya
atau sekurangnya dengan doa yang diajarkan lelaki
yang penuh baik sangka terhadap diri dan sesamanya

“ya Allah, jadikan aku lebih baik daripada semua yang mereka sangka
dan ampuni aku atas aib-aib yang tak mereka tahu..”
ini doa Abu Bakr
“ya Allah jadikan aku dalam pandanganku sendiri
sebagai seburuk-buruk makhluq
dalam pandangan manusia sebagai yang tengah-tengah
dan dalam pandanganMu sebagai yang paling mulia..”

-Salim A. Fillah-

Always Miss You


Ketika ukhuwah berbuah rindu,
akan nasehat dan indahnya saling mengisi...
Biarkanlah lantunan do'a Rabitah mengalir dalam tiap helai nadi
Membasahi setiap jengkal lidah dalam tiap ucap
Menghujam hati dalam hela nafas

Ketika ukhuwah berbuah rindu
Biarlah tetes-tetes air mata menjadi panawar
Berharap, memohon dan meminta
Entah di dunia atau di akhir sana
Mampu merangkul raga-raga para pewaris Surga

Teruntuk yang saling merindu dan mencinta karena Nya.
Semoga Allah senantiasa menyatukan hati-hati kita dalam buaian indahnya ukhuwah
Biarlah mungkin nanti suatu masa,
raga ini tiada lagi dapat bertemu
mata ini tak mampu lagi saling memandang
tangan ini tak mampu lagi saling menyentuh
Namun cinta karena-Nya kan jadi obat penawarnya
Semoga ukhuwah ini kan terus abadi hingga di tempat yg tak ada lg kesusahan,
yg berisi orang-orang berwajah cerah,
duduk bertelekan permadani indah sambil bercerita tentang perjuangan nya bersama-sama dulu di dunia,
hingga Allah menurunkan rahmatNya dan ridho mereka menempati tempat itu.
Tempat di mana mengalir di bawahnya sungai-sungai.
Kita berkumpul kembali di sana ya..
Bersama-sama, Insya Allah.

Salam ukhuwah :)

Namamu, Sang Rasul

Dulu aku bertanya, mengapa namamu yang berulangkali disebutNya
dan kisahmu yang bertebar merambah hampir tiap surah
bahkan Allah menetapkan; kau terkisah untuk menguatkan jiwa,
hati dan rasa seorang Nabi penutup masa

Ya, kini aku tahu.. betapa tak mudah menjadimu hai Musa
mengemban risalah dalam keadaan yang serba tak sempurna
kau tak fasih bicara, sulit berkata-kata
dan sebab khilaf masa lalu, kau tersalah membunuh

Maka saat wahyu turun, air matamu menitik, tubuhmu berpeluh
dalam kesadaran akan beratnya beban, kau mengeluh
“bicaraku gagap, lidahku kelu, aku takut mereka akan mendustakanku..
dan pada mereka aku berdosa sungguh, aku takut akan dibunuh”

Ya, kini aku tahu, sungguh tak mudah menjadimu
sebab dalam keterbatasan itu, Allah berikan untukmu lawan penuh kuasa
perbendaharaannya kaya, kerajaannya luas, tentaranya perkasa
punggawanya setia, lagi taat buta
mengaku tuhan tertinggi, dia merasa berkuasa atas hidup dan mati
dan kau.. kau terhutang budi masa kecil padanya

Dan tahukah kau duh Musa, kelak kaum yang kau pimpin
yang kau bimbing bebas dari perbudakan tiran
yang menyaksikan sejuta kuasa Allah menaungi mereka
akan berlomba membangkangi Allah dan mendurhakaimu?

Malam ini kususuri kisahmu, dan aku takjub
atas takdirNya, masa lalumu tak sempurna
kau terpilih memikul risalah suci, dan kau didustakan
sedang Muhammad dipilihNya dari pribadi yang terjaga sempurna
dia memikul risalah dengan gelar al amin yang sudah masyhur
tapi diapun tetap didustakan

Mungkin sebab itulah kisahmu selalu menjadi penguat hatinya
di saat-saat berat, Muhammad mengenangmu dan melirihkan gumam
“semoga Allah menyayangi saudaraku Musa..
sungguh ia dicobai lebih menyakitkan dari ini”

Malam ini duhai Musa, kususuri kisahmu
aku tersenyum, alhamdulillah, kau membuatku merasa
beban-beban da’wah ini hanyalah seberkas kapas
tapi di sisi lain, menelisik ceritamu, mataku basah
“ahh.. surga, rasanya masih jauh, sangat jauh..”

-Ustadz. Salim a. Fillah-

Menjaga Mad'u

Berda’wah itu mirip dengan pekerjaan seorang petani.
Biji yang ditanam tidak cukup hanya dibenamkan ke tanah lalu ditinggalkan.
Kemudian kita berharap akan kembali pada suatu hari untuk memetik hasilnya.
Mustahil itu !
Mustahil !

Tanaman itu harus disiram setiap hari, dijaga, dipelihara, dipagari, bahkan kalau tunas-tunasnya mulai tumbuh, kita harus menungguinya, sebab burung-burung juga berminat pada pucuk-pucuk segar itu.

Jadi, para mad`u (pengikut da’wah) kita harus di-ri’ayah (dirawat), ditumbuhkan, diarahkan, dinasehati sampai dia benar-benar matang.

Dijaga alur pembinaannya, ditanamkan motivasi-motivasi, dibangun keikhlasan mereka, didengarkan pendapat-pendapatnya, bahkan kita perlu sesekali bepergian dengannya.

Agar kita memahami betul watak kader da’wah kita sebenarnya……”

(Ustadz. Rahmat Abdullah)


Nasehat Imam Al Ghazali tentang Menuntut Ilmu

 

"Ilmu itu cahaya", demikian petuah masyhur dari para Hukama' dan orang-orang saleh. Ibnu Mas'ud r.a., salah satu Sahabat Nabi berwasiat, bahwa hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam kalbu.



Kedudukan ilmu dalam Islam sangatlah penting. Rasulullah saw., bersabda: "Sesungguhnya Allah swt., para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam tanah, serta ikan di lautan benar-benar mendoakan bagi pengajar kebaikan". (HR. Tirmidzi).

Mengingat kedudukannya yang penting itu, maka menuntut ilmu adalah ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih.
Dengan ilmu, manusia akan mengenal Allah dan menyembah-Nya. Dengan ilmu, mereka akan bertauhid dan memuja-Nya. Dengan ilmu, Allah meninggikan derajat segolongan manusia atas lainnya dan menjadikan mereka pelopor peradaban.

Oleh karena itu, sebelum menuntut ilmu, Imam al-Ghazali mengarahkan agar para pelajar membersihkan jiwanya dari akhlak tercela. Sebab ilmu merupakan ibadah kalbu dan salah satu bentuk pendekatan batin kepada Allah. Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali dengan membersihkan diri dari hadas dan kotoran, demikian juga ibadah batin dan pembangunan kalbu dengan ilmu, akan selalu gagal jika berbagai perilaku buruk dan akhlak tercela tidak dibersihkan. Sebab kalbu yang sehat akan menjamin keselamatan manusia, sedangkan kalbu yang sakit akan menjerumuskannya pada kehancuran yang abadi.

Penyakit kalbu diawali dengan ketidaktahuan tentang Sang Khalik (al-jahlu billah), dan bertambah parah dengan mengikuti hawa nafsu. Sedangkan kalbu yang sehat diawali dengan mengenal Allah (ma'rifatullah), dan vitaminnya adalah mengendalikan nafsu.

Sebagai amalan ibadah, maka mencari ilmu harus didasari niat yang benar dan ditujukan untuk memperoleh manfaat di akherat. Sebab niat yang salah akan menyeret kedalam neraka, Rasulullah saw., bersabda: "Janganlah kamu mempelajari ilmu untuk tujuan berkompetisi dan menyaingi ulama, mengolok-olok orang yang bodoh dan mendapatkan simpati manusia. Barang siapa berbuat demikian, sungguh mereka kelak berada di neraka. (HR. Ibnu Majah)

Diawali dengan niat yang benar, maka bertambahlah kualitas hidayah Allah pada diri para ilmuwan. "Barang siapa bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah hidayahnya, niscaya ia hanya semakin jauh dari Allah", demikian nasehat kaum bijak.

Maka saat ditanya tentang fenomena kaum intelektual dan fuqaha yang berakhlak buruk, Imam al-Ghazali berkata: "Jika Anda mengenal tingkatan ilmu dan mengetahui hakekat ilmu akherat, niscaya Anda akan paham bahwa yang sebenarnya menyebabkan ulama menyibukkan diri dengan ilmu itu bukan semata-mata karena mereka butuh ilmu itu, tapi karena mereka membutuhkannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah".

Selanjutnya beliau menjelaskan makna nasehat kaum bijak pandai bahwa 'kami mempelajari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu pun enggan kecuali harus diniatkan untuk Allah', berarti bahwa "Ilmu itu tidak mau membuka hakekat dirinya pada kami, namun yang sampai kepada kami hanyalah lafaz-lafaznya dan definisinya". (Ihya' 'Ulumiddin)

Ringkasnya, Imam al-Ghazali menekankan bahwa ilmu saja tanpa amal adalah junun (gila) dan amal saja tanpa ilmu adalah takabbur (sombong). Junun berarti berjuang berdasarkan tujuan yang salah. Sedangkan takabbur berarti tanpa memperdulikan aturan dan kaedahnya, meskipun tujuannya benar.

Maka dalam pendidikan Islam, keimanan harus ditanamkan dengan ilmu; ilmu harus berdimensi iman; dan amal mesti berdasarkan ilmu. Inilah sejatinya konsep integritas pendidikan dalam Islam yang berbasis ta'dib. Ta'dib berarti proses pembentukan adab pada diri peserta didik. Maka dengan konsep pendidikan seperti ini, akan menghasilkan pelajar yang beradab, baik pada dirinya sendiri, lingkungannya, gurunya maupun pada Penciptanya. Sehingga terjadi korelasi antara aktivitas pendidikan, orientasi dan tujuannya.

Ketika seseorang mempelajari ilmu-ilmu kedokteran, kelautan, tehnik, komputer dan ilmu-ilmu fardhu kifayah lainnya, maka mereka tidak memfokuskan niatnya pada nilai-nilai ekonomi, sosial, budaya, politik, atau tujuan pragmatis sesaat lainnya. Tapi kesemuanya ini dipelajarinya dalam rangka meningkatkan keimanan dan bermuara pada pengabdian pada Sang Pencipta. Disorientasi pendidikan diawali dengan hilangnya integritas nilai-nilai ta'dib dalam pendidikan (sekularisasi). Sekularisasi dalam dunia pendidikan berjalan dengan dua hal:
(a) menempatkan ilmu-ilmu fardhu 'ain yang dianggap tidak menghasilkan nilai ekonomi dalam skala prioritas terakhir, atau dihapus sama sekali. Sehingga mahasiswa kedokteran misalnya, tidak perlu dikenalkan pelajaran-pelajaran agama. (b) mengutamakan pencapaian-pencapaian formalitas akademik. Sehingga keberhasilan seorang pelajar hanya ditentukan dari hasil nilai ujian yang menjadi ukuran pencapaian ilmu dan keberhasilan sebuah lembaga pendidikan.

Maraknya aksi corat-coret baju seragam, iring-iringan konvoi dan beragam ekspresi negatif lainnya ketika merayakan kelulusan ujian, menjadi bukti bahwa kualitas pendidikan kita masih difokuskan untuk pemenuhan komoditas perut yang sarat dengan nilai-nilai hedonis. Padahal Ali bin Abi Talib ra., telah mengingatkan: "Barang siapa yang kecenderungannya hanya pada apa yang masuk kedalam perutnya, maka nilainya tidak lebih baik dari apa yang keluar dari perutnya". Wallahu a'lam bis shawab.

-Diambil dari blog INSIST-

Renungan tentang Akhwat Sejati



Seorang gadis kecil bertanya kepada ayahnya,

"Abi, ceritakan padaku tentang akhwat sejati"
Sang ayah pun menoleh kemudian tersenyum.
Lalu sang ayah menjawab,
"Anakku,
Seorang akhwat sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, melainkan dari kecantikan hati yang ada di baliknya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, melainkan dilihat dari sejauh mana ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari begitu banyaknya kebaikan yang ia berikan, melainkan dari keikhlasannya memberikan kebaikan itu
Akhwat sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, melainkan dari apa yang sering mulutnya bicarakan.
Akhwat sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, melainkan dari bagaimana cara ia berbicara."

Sang ayah diam sejenak sembari melihat ke arah putrinya.
"Lantas apa lagi Abi?" sahut putrinya.
"Ketahuilah putriku...
Akhwat sejati bukan dilihat dari keberaniannya dalam berpakaian, melainkan sejauh mana ia berani mempertahankan kehormatannya.
Akhwat sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, melainkan kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang jadi tergoda
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang ia jalani, melainkan sejauh mana ia menghadapi ujian itu dengan penuh rasa syukur...

dan ingatlah..
Akhwat sejati bukan dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, melainkan sejauh mana ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul."

Setelah itu sang anak kembali bertanya,
"Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Abi?"
Sang ayah memberikannya sebuah buku dan berkata, "Teladanilah mereka"
Sang anak pun mengambil buku itu dan melihat sebuah tulisan
"Istri Rasulullah"

Written by Ibnu Hadi

*semoga kita semua dapat meneladani para sahabiyah dan ummul mukminin sehingga dapat menjadi akhwat sejati, yang dicintai Allah :)

Mengabaikan Amal Sunnah Yaumiyah (Part I)

Oleh: Aba AbduLLAAH

Jika kita melihat pada perjalanan hidup para sahabat ra, maka akan kita lihat bagaimana mereka senantiasa menjaga terhadap hal-hal yang sunnah, bahkan berhati-hati terhadap hal yang mubah, karena cinta mereka yang begitu tinggi kepada Allah SWT dan karena takut terjerumus pada hal-hal yang dimurkai Allah.

Kita membaca seorang sahabat yang mulia Abu Salamah ra, yang memiliki kebiasaan setiap pulang dari majlis Rasulullah SAW di malam hari, senantiasa membangunkan istrinya untuk bersegera menceritakan oleh-oleh berupa cahaya wahyu al-Qur’an yang baru didapatnya. Kita juga melihat bagaimana shahabat Umar ra menginfakkan kebunnya yang disayanginya di Madinah hanya karena tertinggal takbiratul-ihram dalam shalat berjama’ah, dll.

I. Sebab-Sebab Terjadinya Pengabaian

1. Terkotori oleh kemaksiatan
  • Kemaksiatan berapapun kecilnya adalah berbahaya, bukankah Nabi SAW bersabda: “Apabila seorang hamba berbuat dosa, maka diberikan noda hitam dalam hatinya.” Maka janganlah melihat kecilnya sebuah maksiat, tapi lihat kepada siapa maksiat itu diarahkan?!
  • Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa makna hajrul-qur’an(orang-orang yang meninggalkan al-Qur’an) dalam surat al-Furqan bukan hanya berarti tidak membaca, melainkan juga tidak mau menghafal & mengamalkan al-Qur’an. Maka saat ditimpa musibah berat, jangan sedih, mungkin sedemikian banyaklah dosa kita.
  • Tapi kita tak perlu putus asa, karena jika bertaubat insya Allah akan dihapus dosa tersebut oleh Allah SWT, sebagaimana kata para ulama : La Kaba’ir ma’al Istighfar, wala Shagha’ir ma’al Istimrar (Tidak disebut dosa besar jika segera bertaubat, dan tidak disebut dosa kecil jika dilakukan secara terus-menerus).
2. Berlebih-lebihan dalam hal yang mubah
  • Memang mubah adalah boleh, tapi jika berlebihan maka dapat merusak amal, minimal menyia-nyiakan waktu yang sangat berharga.
  • Dalam Kitab at-Tauhid, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyebutkan bahwa pintu masuk syetan yang terakhir pada diri manusia adalah pintu berlebihan dalam hal yang dibolehkan, setelah ke-6 pintu masuk setan yang lain yaitu murtad, pintu syirik, pintu bid’ah, pintu kufur, pintu maksiat dan pintu makruh.
3. Tidak sadar akan nilai nikmat Allah
  • Dalam Al Qur’an surat Ibrahim ayat 34 [1] disebutkan tentang demikian banyaknya limpahan nikmat-Nya pada diri kita. Juga surat QS al-Kautsar [2]. Maka nikmat RABB-mu yang mana lagi yang akan kamu dustakan (dengan tidak bersyukur/beribadah)?
  • Sampai-sampai kita masuk jannah-pun karena nikmat-Nya dan bukan karena amal kita (HR Bukhari Muslim). Maka orang yang sadar akan nikmat ini akan menjaga setiap amal sunnahnya walaupun kecil sebagai tanda syukur pada Pencipta dan Pemiliknya.
4. Lalai terhadap kebutuhan kita terhadap amal-amal tersebut.
  • Di antara manfaat istighfar adalah menambah kekuatan fisik, rizki, dsb [3].
  • Jika ingin diingat-Nya maka kita dulu harus ingat pada-Nya (Fadzkuruni adzkurkum…).
  • Fenomena yang ada di antaranya ialah banyak menyia-nyiakan waktu, menunda-nunda atau bahkan sampai tak tahu apa yang akan dikerjakan lagi.
5. Lemahnya pemahaman yang benar tentang hakikat pahala yang berlipatganda.
  • Di antara amal yang paling dicintai Allah adalah yang kontinyu walau sedikit.
  • Nabi SAW, jika ada waktu istirahat maka istirahat beliau SAW adalah melakukan shalat. Arihna ya Bilal bish Shalat (Istirahatkan kita hai Bilal, dengan panggilan shalatmu…).
6. Melupakan kematian & apa yang menanti setelahnya.
  • Allah mengingatkan kita untuk senantiasa mempersiapkan bekal untuk setelah mati [4].
  • Kata Ali ra: “Shalatlah kalian seperti shalatnya seorang yang akan meninggalkan dunia.” (Shalluu shalatal muwaddi’…)
  • Pesan Abubakar pada Aisyah ra: “… dan jika aku sudah meninggal, maka kafanilah aku dengan kain yang paling murah, karena ia hanya akan menjadi wadah nanah & darah…”
  • Imam Umar bin Abdul Aziz jika membaca/mendengar QS Ash-Shaffat-24, menangislah ia dengan keras sampai terdengar ke shaff paling belakang.
7. Mengira amalnya sudah cukup
  • Dicela oleh Allah SWT dlm QS Al-A’raaf-188.
  • Nabi SAW saat turun surat Hud, Waqi’ah, An Naba’ & Takwir sampai beruban rambutnya. (Tafsir Ibnu Katsir, permulaan surat Hud).
8. Terlalu banyak tugas & pekerjaan
  • Maka harus tawazun (seimbang), ingat kisah Salman ra ketika menegur ibadah Abu Dzar ra.
  • Nabi SAW membagi waktunya dalam 3 bagian: 1/3 untuk Rabb-nya, 1/3 untuk keluarganya & 1/3 untuk ummatnya.
9. Ditunda-tunda & dinanti-nanti
  • Sabda nabi SAW: “Persiapkanlah yang 5 sebelum datang yang 5: Masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu dan masa hidupmu sebelum masa matimu.”
  • Orang yang kuat menurut Umar ra adalah orang bersegera dalam setiap amal.
10. Menyaksikan sebagian panutan dalam kondisi pengabaian
  • Imam Ghazali menyebutkan bahwa salah satu dosa kecil yang bisa menjadi dosa besar adalah dosa kecil yang dilakukan oleh ulama, karena dapat mengakibatkan ditiru orang lain.
  • Oleh karenanya maka Nabi SAW demikian menekankan disiplin pada keluarganya (Fathimah ra, Ali ra, Hasan & Husein ra) sebelum orang lain.
Maraji’:
- Kitab Afaatun ‘ala Thariiq ad Dakwah, DR. Muh. Nuh
- Al-Mustakhlash fi Tazkiyyatil Anfus, Syaikh Sa’id Hawwa
- Tadzkiratud Du’at, Syaikh Bahi al-Khauly rahimahumuLLAH.
Catatan Kaki:
[1] “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)
[2] “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar [108]: 1-3)
[3] “…maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10-12)
[4] “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr [59]: 18)

Diambil dari : www.ikhwan.net

Mengabaikan Amal Sunnah Yaumiyah (part II)

II. DAMPAKNYA TERHADAP PARA AKTIFIS DAKWAH

1. Timbulnya kegoncangan & tdk tenang jiwanya.
a. Setiap penyimpangan pasti akan menimbulkan kegelisahan & setiap pengabaian akan berdampak pd stress & keguncangan (QS Thaha-124).
b. Terjadinya split personality (kepribadian yg terpecah), berbeda saat ia bersama2 dg ikhwah dg saat ia menyendiri, saat ia di mesjid dg saat ia di mall, dsb.

2. Malas melaksanakan kewajiban atau bahkan terputus.
a. Timbulnya kemalasan beribadah, sampai pada tingkat dicabutnya nikmat ibadah oleh ALLAH SWT : …tdklah mereka melaksanakan shalat kecuali dg malas….
b. Padahal letak kekuatan seorang da’I ada pd ibadahnya.

3. Mulai berani berbuat maksiat.
a. Asalnya maksiat kecil sedikit demi sedikit sampai berani melakukan dosa besar.
b. Bahkan sampai merasakan nikmat bermaksiat, na’udzu billah min dzalik..

4. Menurun & melemah fisik mentalnya.
a. Ibadah akan menambah kekuatan fisik & mental (QS Hud-52).
b. Fathimah ra saat merasa berat pekerjaannya diberi nasihat oleh nabi SAW untuk tasbih, tahmid, takbir (masing2 10 kali sblm tidur).

5. Diharamkan dari pertolongan & taufiq Ilahi.
a. Sebgmn dlm QS an-Nahl-128.
b. Pengharaman ALLAH ini berlaku baik dlm kehidupan pribadinya maupun pd ummat secara keseluruhan, sbgmn kata Umar ra : Kalian ditolong Allah bukan karena jumlah kalian tetapi karena kesucian kalian, maka jika kalian bermaksiat tak ada lagi harapan kemenangan bagi kalian…


6. Hilangnya wibawa & pengaruh di depan ummat lain.
a. Sabda Nabi SAW : Kelak datang suatu masa dimana kalian seperti makanan dlm piring dihadapan orang2 yg lapar … bal antum yaumaidzin katsir, walakinnakum kaghutsa’is sair …”
b. Slh satu keistimewaan ummat Nabi SAW adalah diberikan rasa takut musuh sejauh 1 bulan perjalanan (nushirtu bir ru’bi mashirata syahrin – HR Muttafaq ‘alaih).
c. Sabda nabi SAW : Iyyakum wa katsratu dhahik fainnahu yumitul qalba wa yadzhabu binuril wajhi…(takutlah kalian dari banyak tertawa keras2, karena akan mematikan hati2 kalian dan menghilangkan cahaya khusyu pada wajah2 kalian…)

III. DAMPAKNYA TERHADAP KELOMPOK DAKWAH

1. Semakin jauhnya kemenangan plus semakin banyaknya hambatan internal.
a. Ketika sebuah klp dkw bersikap lalai thd amal ini, maka akan semakin memperlambat datangnya nashrullah, sehingga aktifitas klp dakwah itu seolah jalan di tempat, tdk ada kemajuan berarti.
b. Selain itu datang berbagai hambatan yg disebabkan faktor internal karena lemahnya azzam, kedisiplinan, jiwa berkorban, ketaatan, dll.

2. Tdk adanya ketegaran saat ditimpa ujian & rintangan.
a. Saat datangnya ujian maka para kader akan berguguran seperti daun kering tertiup angin, karena rendahnya kualitas kader tsb.
b. Saat datangnya rintangan maka kader akan lbh memprioritaskan dunia & meninggalkan amal dkw, karena lemahnya kekuatan ruhiyyah para kader tsb.

3. Kesemuanya ini akan memukul kelompok dakwah tsb surut kebelakang, bahkan sampai memporak-porandakannya sama sekali.
a. Perjalanan dkw adalah perjalanan yg berat & sulit, karena merupakan tugas para Nabi as, oleh karenanya ia membutuhkan kader yg benar2 pilihan.
b. Para kader tsb hrs benar2 mengikuti pembinaan yg serius & kontinyu, melaksanakan kewajiban2 & tugas2 yg diperintahkan untuk meningkatkan kualitasnya demi memikul amanah yg amat berat ini.

Jalan mengatasi semua ini satu2nya adalah melakukan introspeksi (muhasabah) atas berbagai faktor penyebab diatas, bertaubat & kembali melaksanakan amal sunnah keseharian, sambil mengikuti tarbiyyah yg kontinyu dan bertawakkal kepada Allah SWT.

Semoga selalu ada ikhwah yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan di jalan ini dan semoga Allah juga memilih kita untuk layak dimasukkan dlm jannah-Nya.. Aamiin

Bukan di Negeri Dongeng



“Aku seorang seniman,“ lelaki berambut gondrong itu berkata padaku. “Tapi tidak sepertimu, aku cuma seniman pinggiran,“ tambahnya lagi seraya menyebut namanya: Iwan, tinggal di Tanjung Priok.

Waktu itu, Desember 2000, hari senja di Taman Ismail Marzuki. Aku baru saja berkenalan dengan Iwan dan Ratri – adik perempuannya – di toko buku Joze Rizal Manua.

“Aku tidak percaya partai, Mbak,“ tiba-tiba Ratri berkata, pada pertemuan kami yang berikut, dua minggu kemudian, di tempat yang sama. “Apalagi pada tokoh2nya. Muak sekali melihat mereka,” tambahnya sinis.
“Ya, aku juga. Nggak ada yang benar. Partai yang besar kubenci, yang kecil bikin aku geli. Lihat
deh! Partai-partai gurem itu, kan, nggak jelas. Ada juga yang membawa agama untuk kepentingan partai, sekadar memanipulasi ayat Tuhan!“ Nada suara Iwan agak geram.
“Ya, tapi tak semua,” bantahku.
Sayang percakapan kami terhenti karena tiba-tiba hujan turun begitu deras.
Kami berpisah dua tahun lalu di TIM tanpa pernah bertukar alamat dan tak pernah bertemu lagi
setelah itu. Sampai, akhir November 2002, seseorg menyapaku di tempat yang sama: TIM.

“Assalamu‘alaykum, Mbak! Masih ingat saya? Saya Iwan, seniman pinggiran itu. Saya sudah
potong rambut. Apa Mbak masih mengenali saya?”
Sesaat aku mengernyitkan dahi. Sosok di depanku sangat rapi dan sopan. Tapi ia memang Iwan.
Dan topi yang di pakainya? Aku kembali mengerutkan dahi. Iwan memakai topi berlambang Partai Keadilan?
Ia membuka topinya dan tersipu. “Sekarang saya jadi aktivis PK Mbak. Masih kecil-kecilan“:
Aku tersenyum. Bagaimana bisa?
Segera kuajak Rita – teman yang sejak tadi bersamaku – dan Iwan makan siang bersama.
“Tahun lalu, banjir besar melanda Tanjung Priok. Teman-teman dari partai itu yang pertama dating ke lokasi. Mereka membantu kami bukan hanya pada hari itu, tapi berbulan-bulan kemudian masih memantau keadaan kami. Mereka melakukan semua tanpa pamrih, tanpa mengajak kami masuk partai mereka. Mereka juga membuka pos-pos pelayanan masyarakat secara gratis”. Kata-kata Iwan meluncur begitu cepat.
“Lalu?“
“Saya mulai ingin tahu tentang PK. Mereka memang unik. Saya berkali-kali mengadakan
demonstrasi dengan kelompok saya. Jumlahnya cuma seratusan, tapi pasti ricuh. Sementara saya
lihat setiap teman Partai Keadilan turun melakukan aksi di jalan, sampai ribuan orang, tak sedikit
pun ada keributan. Kelihatannya kok tenang, kok asyik”. Iwan menghirupnya air jeruknya.
Aku dan Rita berpandangan. Nyengir.

“Saya bertemu DR. Hidayat Nurwahid awal tahun ini. Wah dia memeluk saya. Padahal saya bukan apa-apa. Waktu itu, saya mengikuti ceramahnya di Al – Azhar. Saya salami dia. Eh, dia menjabat erat tangan saya, malah memeluk saya”, kenang Iwan haru. “waktu itu, Hidayat Nurwahid berkata pada banyak orang, termasuk saya: ’Bahkan seandainya Anda tidak masuk ke Partai Keadilan sekalipun, tapi anda mendukung, menegakkan dan melaksanakan keadilan, yang itu berarti Anda mengamalkan Islam, maka Anda sesungguhnya sudah menjadi bagian dari kami’. Saya terharu sekali , Mbak!”

Lagi-lagi aku dan Rita saling berpandangan. Itu perkataan yang memang sering diucapkankan
Presiden PK saat itu: DR. Hidayat Nurwahid.
Iwan masih ingin terus bercerita. Angin kencang Kafe Musi di area terbuka TIM tempat kami
duduk, menyentuh dan menggeser lembaran-lembaran Majalah Tempo edisi terbaru, November
2002, yang ada di pangkuanku. Tak sengaja, ekor mataku membaca tulisan itu sekali lagi:
“Indonesia Belum Menyerah!”

Dalam edisi tersebut terdapat “Figur Pahlawan Pilihan Pembaca”, sebuah polling yang melibatkan ratusan pembaca Tempo. Sholahudin Wahid, Hidayat Nurwahid, Abdullah Gymnastiar, Kwik Kian Gie, Susilo B. Yudhoyono, Sri Sultan Hamengkubuwono dan Iwan Fals, adalah tujuh nama yang menjadi pilihan pembaca secara berurutan.

Iwan masih terus bercerita. Angin meliukkan jilbab putihku sesekali. Tiba-tiba aku teringat wajah teman-temanku yang tak henti memikirkan masalah umat itu....
Ah Indonesia tak akan menyerah, Wan! Tak akan pernah!

(ditulis oleh Helvy Tiana Rosa)
diambil dari buku "Bukan di Negeri Dongeng"

Buku ini menceritakan tentang pejuang-pejuang keadilan di negeri ini yang mempunyai sifat dan sikap yang terasa sangat mengesankan dan istimewa, jujur, adil , penuh cinta dan peduli atau mementingkan orang-orang disekitarnya, yang membuat kita terharu dan merasa belum berbuat apa-apa dalam berdakwah selama ini.

Banyak cerita yang terdapat di buku tersebut. Sebuah cerita yang tidak diangkat kepermukaan oleh awak media. entah apa alasannya, tetapi, walaupun kisah-kisah tentang pejuang keadilan tersebut tidak diangkat media, cerita-cerita mereka sangat cepat perkembangannya melalui dunia maya.

Sosok-sosok luar biasa yang diceritakan dalam buku ini bukan ada di negeri dongeng, bukan cerita fiktif, tapi ada di negeri kita. Ditulis lebih dari 25 orang, buku ini memaparkan kisah-kisah keseharian yang mencengangkan, dari para "Pejuang Keadilan"

Pernahkah kita bayangkan dalam kehidupan kita ada seorang ibu empat anak, pengidap kanker rahim yang sangat kekurangan secara ekonomi, tetapi selalu terdepan membantu mereka yang terkena musibah?
Bisakah kita bayangkan, ada seorang suami yang bertugas di DPR hanya mau mengambil gaji secukupnya dan selebihnya dikembalikan pada rakyat di sekitarnya dengan cara yang sederhana? Bagaimana segelintir pejabat yang jujur menyelamatkan ratusan milyar uang negara dalam rapat-rapat yang alot? Bagaimana perasaan anda, bila tiba-tiba ada seorang pejabat memilih tidur di sebuah rumah petak beralaskan tikar, hanya karena empatinya yang besar kepada masyarakat? Kenal wakil rakyat yang tak mempan suap, yang bertekad membela kebenaran dan keadilan meski setiap hari menerima ancaman pembunuhan? Pernah bertemu dengan seorang presiden partai yang setiap hari rutin menyapu dan membuang sampah untuk kenyamanan lingkungannya? Pernah kenal pimpinan yang ikut membantu istrinya belanja sayur? Atau ibu pejabat yang berebut berbuat kebajikan? Pernah berdoa ada lelaki tulus yang mau menghabiskan waktunya mendekati para 'sampah masyarakat' yang seabreg itu dan mengubah mereka menjadi berarti?

Lalu apakah Anda mengetahui, bahwa ada seorang anggota KPU yang ternyata harus 'berjuang' berkali-kali untuk sekedar mengembalikan kijang yang dipakainya selama bertugas? Ingin tahu kisah seorang dokter yang membangun sebuah klinik di desa pedalaman? Lalu kisah para penghuni sebuah pondok cinta yang terdiri dari mahasiswi, tunanetra, mbok bakul jamu dll yang saling peduli?

Bahkan apabila kita ingin mendapat gambaran bagaimana menyongsong kematian dengan indah dan hal penting lainnya, semua ada di buku yang sangat menyentuh ini.
Indonesia sangat membutuhkan mereka, mencintai mereka. Terima kasih pada Allah SWT yang telah membuat mereka ada dan nyata di tengah-tangah negeri ini.
Buku ini sangat menginspirasi. Semoga hidup kita pun dapat berarti seperti mereka. Harapan itu masih ada ikhwah! Umat menanti kerja nyatamu.

Malam pekat dan kelam, awan menggulung hitam
Menyelubungi pesona, negeri indah rupawan
Bilakah datang mentari, bangkitkan putra negeri
Cahayanya menyinari, hangat menghidupi
-Nasyid Lembayung, Izzatul Islam-

Apakah Jama'ah Itu ?



Inilah bangunan jama’ah itu. Ketika semua bagian saling terkait, saling menyatu, saling menjadi bagian utuh dengan bagian lainnya. Setiap bagian sama pentingnya, seperti kita memahami bagian manakah yang penting dari mobil. Roda sama pentingnya dengan kemudi, rem sama pentingnya dengan gas, oli sama pentingnya dengan bahan bakar. Semua bagian menjadi pembentuk bangunan utuh dari jama’ah. Jika berkurang satu bagian, akan berdampak secara sistemik bagi kegiatan dan kehidupan jama’ah.

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam” (HR. Muslim).

Semua dari kita memiliki potensi dan kemampuan yang hebat, alhamdulillah. Namun sehebat apapun potensi itu, menjadi kurang bermakna ketika tidak diwadahi jama’ah. Kita mungkin kurang sabar dalam mengikuti ritme hidup berjama’ah, karena ada aturan, ada panduan, ada pedoman, ada keputusan yang harus dilakukan. Kita mungkin merasa bosan dengan berbagai agenda hidup berjama’ah yang tampak lamban, padahal engkau bisa melakukan berbagai hal lebih cepat.

Memang bisa, dan sangat mudah bagimu.

Namun itu bukan jama’ah.
Karena jama’ah artinya keterpaduan, kesatuan, keharmonisan, kebersamaan, kesediaan, kerelaan, empati, dan keteraturan. Karena jama’ah artinya perencanaan. koordinasi, konsolidasi, pengaturan, manajemen, komando, pengawasan serta evaluasi. Karena jama’ah artinya penyatuan hati, perasaan, pikiran, dan kegiatan. Karena jama’ah artinya kasih sayang, kelembutan, ketegasan, kedisiplinan dan keserasian.

Karena jama’ah artinya cinta.

Oleh : Ustadz Cahyadi Takariawan

Semoga bermanfaat.

Jikalah pada Akhirnya



Jikalah derita akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa,
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.

Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa tidak dinikmati saja,
Sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.

Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa,
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.

Jikalah kebencian dan kemarahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diumbar sepuas jiwa,
Sedang menahan diri adalah lebih berpahala.
Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya,
Sedang taubat itu lebih utama.

Jikalah harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri,
Sedang kedermawanan justru akan melipat gandakannya.

Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti membusung dada dan membuat kerusakan di dunia,
Sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia agar sejahtera.

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti ingin memiliki dan selalu bersama,
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti.

Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti dirasakan sendiri,
Sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna

Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya,
Maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka,
Sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.

Suatu hari nanti,
Saat semua telah menjadi masa lalu
Aku ingin ada di antara mereka
Yang bertelekan di atas permadani
Sambil bercengkerama dengan tetangganya
Saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu
Hingga mereka mendapat anugerah itu.

Terdengar percakapan mereka: "Duhai kawan, dulu aku miskin dan menderita, namun aku tetap berusaha senantiasa bersyukur dan bersabar. Dan ternyata, derita itu hanya sekejap saja dan cuma seujung kuku, di banding segala nikmat yang kuterima di sini. Wahai kawan, dulu aku membuat dosa sepenuh bumi, namun aku bertobat dan tak mengulang lagi hingga maut menghampiri. Dan ternyata, ampunan-Nya seluas alam raya, hingga sekarang aku berbahagia.

Suatu hari nanti
Ketika semua telah menjadi masa lalu
Aku tak ingin ada di antara mereka
Yang berpeluh darah dan berkeluh kesah:
Andai di masa lalu mereka adalah tanah saja.

Juga terdengar mereka berkata: "Duhai! harta yang dahulu kukumpulkan sepenuh raga, ilmu yang kukejar setinggi langit, kini hanyalah masa lalu yang tak berarti. Mengapa dulu tak kubuat menjadi amal jariah yang dapat menyelamatkanku kini? Duhai! nestapa, kecewa, dan luka yang dulu kujalani, ternyata hanya sekejap saja dibanding sengsara yang harus kuarungi kini. Mengapa aku dulu tak sanggup bersabar meski hanya sedikit jua?"

Penulis : Azimah Rahayu


-Semoga Menginspirasi untuk Terus Beramal Sholeh-

Siapa Pilih yang Mana

(Copas Kultwit Ustadz Mudzoffar Jufri IKADI JATIM)

Siapa pilih yg mana dari 2 madzhab ini:
1.Aku menikahinya karena mencintainya? atau
2.Aku mencintainya karena telah menikahinya? (Tweet&status tgl.12 Maret 2012)

Jadi siapa pilih yg mana:
1. Menikahi cinta? Yg ini hanya nikah kalo udah cinta. Atau
2. Mencintai nikah? Yg ini yakin dalam nikah ada cinta (Tweet&status tgl. 13 Maret 2012)

Terima kasih atas semua respon dan komen khususnya dari teman2 fb terhadap ”polling”: Siapa pilih yg mana?
Sebagian meminta tanggapan balik saya, juga jawaban saya sendiri: milih yg mana? Untuk itu terbitlah kultwit ini.

Tentu saya pilih yg ke-2:

Mencintainya karena telah menikahinya. Karena memang itulah madzhab sekaligus fakta saya. Sejak sebelum nikah, bila ditanya: cinta siapa, saya jawab: cinta yg jadi istri saya. Tapi siapa dia? Ya, siapa saja! Maka dulu sempat hampir mencintai seseorang, tapi harus diurungkan, karena ternyata urung berjodoh, oleh suatu sikon. Akhirnya cintapun, sesuai madzhab, sengaja dilabuhkan kepada yg berhak, ibu-nya anak2, ”akibat” dijodohkan, dan berkah.

Saya tidak anti pati atau mengharamkan yg cinta dulu sebelum nikah. Karena rasa cinta-nya sendiri tidaklah haram.

Yg berpotensi haram, adalah bagaimana proses tumbuhnya cinta itu, dan apa yg terjadi serta dilakukan dengannya.

Tapi ketika cinta sudah dijadikan syarat nikah, seperti madzhab jumhur generasi sekarang, ini yg saya tidak terima. Begitu pula saat cinta telah didaulat menjadi pondasi dan pilar utama bangunan rumah tangga, menggeser agama & akhlak. Pengagungan sedemikian berlebihan terhadap sebuah perasaan, yg bernama cinta, benar2 tidak bisa didiamkan. Padahal semua tahu bahwa, hal paling labil dalam diri manusia, adalah perasaan, wabilkhusus rasa cinta beda jenis ini.

Dari sudut syariah, bagaimana syarat cinta pra nikah ini bisa dipenuhi secara aman, syar’i dan tidak melanggar? Ada 2 opsi. Pertama, cinta itu ada begitu saja secara tiba2 dan tanpa disengaja. Mungkin namanya cinta dadakan. Kedua, cinta itu disengaja, dicari bahkan dikejar. Dan ini yg umum terjadi. Mari jujur merenungi keduanya.

Untuk opsi 1, sangat tidak logis hal kebetulan dijadikan standar. Andai bisapun, juga betapa rapuhnya pondasi seperti itu. Sedang untuk opsi 2, gara2 kejar-mengejar cinta pra nikah inilah, moral yg jadi pilar utama bangsa dipertaruhkan. Awalnya pada berdalih mencari cinta demi nikah. Tapi kini, umumnya judul cinta tak lagi terkait sama sekali dg pernikahan.

Lalu, akibat legalisasi pacaran demi cinta semu, moralitas generasipun berada di ambang kehancuran sempurna. Dan maaf, saya kira penganut madzhab pensyaratan cinta sebelum nikah turut bertanggung jawab atas kondisi ini. Ditambah lagi, tak sedikit korban pemberlakuan madzhab cinta pra nikah, yg tak habis2 rasa kasihan saya terhadapnya. Seseorang sampai ”rela” menyiksa diri demi satu sosok saja yg dicinta, akunya. Padahal pilihan tak terbilang jumlahnya. Terus terang, dan maaf, saya hanya paham, ini sebuah kekerdilan sikap sekaligus kenaifan pilihan jalan hidup.

Selanjutnya banyak yg ragu, bagaimana kebahagiaan dan kelanggengan hidup berumah tangga bisa digapai tanpa cinta pra nikah? Namun fakta sejarah berjuta-juta pasangan langgeng nan bahagia sebelum era pacaran, memupus segala keraguan. Ditambah realita tak terhitung pasangan masa kini yg bahagia dan langgeng dalam pernikahan mereka tanpa pacaran. Jika mereka semuanya bisa, mengapa banyak generasi jaman ini tetap bersikukuh tidak bisa dan tidak mungkin? Inti masalahnya, tiada lain, memang pada telah teracuninya otak, pikiran dan persepsi. Ini yg harus dipulihkan kembali.

Maka jika ada yg menolak dijodohkan dg dalih tidak bisa nikah tanpa cinta, juga semata gara2 masalah ”keracunan” ini, Termasuk yg telah berjodoh, tapi mengaku tidak bisa mencintai pasangannya. Padahal bisa punya anak sampai 5 bahkan lebih, Yg lain kadhung jatuh cinta katanya, namun tidak berjodoh, dan mengaku tidak bisa lepas dari cinta tak sampai-nya itu......

Nah, untuk semua yg serba ”tidak bisa” itu, hakekatnya bukanlah benar2 ”tidak bisa”, melainkan hanya gara2 ”tidak mau”. Karena terbukti yg mau ternyata bisa. Bisa mencintai pasangan yg dijodohkan. Bisa pula melepas cinta yg tak berjodoh.

Sebagai penutup, banyak yg bilang, cinta ’kan tak bisa dipaksakan? Benar, tapi cinta bisa diwajibkan! Dan itu lebih berkah.

Akhirnya, maaf teman2, bila ada yg tak berkenan. Ini atas rasa tanggung jawab agama, moral, sosial dan bangsa. Wassalam.

-Semoga bermanfaat, selamat memilih dan bermujahadah :) -

Jasa Seorang Ibu (Imam Adz Dzahabi)



Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, dalam kitabnya Al-Kabaair, menjelaskan jasa seorang ibu:

Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.

Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.

Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.

Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu daripada dirinya serta makanannya.

Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.

Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.

Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.

Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.

Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.

Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.

Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.

Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.

Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.

Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.

Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.

Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.

Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.

Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.

(Akan dikatakan kepadanya),

ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ

“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)

(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)

Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.

Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu.
Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)

Bukan Lagi tentang Rasa Cinta



Bismillahirrahmanirrahim.
Semoga note ini bermanfaat untuk menjawab kegalauan yang ada, spesial buat adek-adekku.
Dari judulnya note ini memang bukan lagi membahas rasa cinta, tapi kita akan bahas tentang kerja cinta.^^

Istri shalihah setia pada suaminya, bahkan sebelum mereka bertemu. Ia menjaga kehormatannya, tak memperlihatkan auratnya, tak mau disentuh laki-laki yang bukan mahramnya, tak membagi cinta dan perhatian untuk laki-laki yang belum tentu jadi suaminya. Semua ia persiapkan untuk menyambut kehadiran pangerannya, tempatnya kelak membagi cita dan asa.

"Penantian itu indah. Banyak hal dalam kehidupan yg diluar kendali kita, dan karenanya ada kosa kata menanti untuk mengungkapkan ketidakberdayaan kita menghadapi hal yg diluar kendali itu. Memang benar, ada yg bilang penantian itu membosankan. Ternyata itu berlaku jika kita dihantui kekhawatiran, harapan berlebihan, atau kekosongan agenda mengisi ruang dan waktu yg tersedia. Namun sesungguhnya, dapat sebaliknya, penantian memberi kita banyak waktu dan kesempatan untuk upgrading, refreshing dan menyiapkan bekal tambahan lebih baik lagi, hingga pada saatnya kita akan betul2 sampai pada puncak pencapaian." (Prof. Muktassor, Guru Besar ITS)

Kali ini ana tidak lagi membahas rasa cinta, cinta dan cinta. Karena sepertinya antunna sudah cukup terpapar dengan hal itu ya ^^

Namun kali ini mari kita membahas bagaimana kita menguatkan diri agar tidak lagi DIKENDALIKAN, TUNDUK, DIPERMAINKAN dengan rasa CINTA itu :)

Sebelumnya kita tengok kisah cinta Fatimah dan Ali yuk, yang ternyata dari shirah kita belajar sebuah hikmah yang luar biasa akan KEMENANGAN Ali dan Fatimah dalam menundukkan dan mengendalikan perasaannya, bukan sebaliknya.

Memang sudah ada rasa cinta itu, di dalam jiwa Ali kepada Fatimah, begitu pun sebaliknya. Tapi di kisah ini kita belajar, bahwa keduanya pun menikah bukan dengan mensyaratkan harus ada cinta sebelum menikah, bahkan ternyata setelah menikah, mereka masing-masing baru tahu kalau sebelumnya benih cinta pernah hadir di hati mereka.
Ini tandanya mereka dapat mengendalikan rasa yang mereka miliki, bahkan syetan pun tidak tahu sehingga tidak dapat menggoda keyakinan mereka, hingga akhirnya Allah menetapkan keputusannya, mengakhiri kisah itu dengan indah.

Di sini kita belajar bahwa tidak ada yang mengharamkan adanya cinta dulu sebelum nikah. Karena rasa cinta-nya sendiri tidaklah haram. Yg berpotensi haram, adalah bagaimana proses tumbuhnya cinta itu, dan apa yg terjadi serta dilakukan dengannya. Intinya di sini jangan sampai kita malah dikendalikan dengan perasaan, kita yang harusnya dapat mengendalikan perasaan itu.

Lalu apa yang dapat menguatkan Fatimah dan Ali sehingga dapat mengandalikan perasaanya, menjadi raja atas dirinya sendiri, bukan terombang ambing atas perasaannya?

Dan jawabannya tidak lain adalah AKIDAH atau KEIMANAN keduanya kepada Allah SWT.

Dalam HR. Bukhari dan Muslim, Rasulullah mengatakan bahwa "Islam itu dibangun atas lima perkara (prinsip),...."

Penjelasan ini menerangkan kepada kita bahwa Islam layaknya sebuah bangunan yang lengkap, yang terdiri dari pondasi, tembok, jendela, pintu,atap dll. Pondasi lah yang akhirnya menentukan besar kecilnya dan kuat rapuhnya bangunan yang ada di atasnya. Pondasi juga tidak bisa dibangun belakangan, harus duluan.

Dan dalam ajaran Islam, pondasi itu adalah akidah, atau juga di sebut iman, tauhid atau Usluhuddin (prinsip agama).
Sama seperti pondasi yang berada di dalam tanah, tidak terlihat, begitu juga keimanan atau akidah seseorang, namun hal ini dapat ditengarai.

Dari mana?

Dari bangunan di atasnya. Dan bangunan di atas pondasi (akidah) seorang mukmin adalah amal ibadah, sikap dan akhlaqnya. Maka apabila kita melihat ada orang yang tawakkal, sabar, ibadah, keikhlasan dll nya luar biasa sekali, maka berarti keimanannya sudah tertanam kokoh di hatinya.

Akan tetapi sama seperti bangunan, tak ada artinya juga bila rumah hanya berupa pondasi, maka namanya bukanlah sebuah bangunan, dan di sinilah kita juga belajar bahwa iman selalu bersama amal nyata yang terealisasi dalam kehidupan sehari-hari.

“Iman itu bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula sekedar basa-basi dgn ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yg terpatri dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan." (Imam Hasan Al Basri)

Yah, cinta memang sebuah kata kerja, bukan kata sifat. Saat berani mengutarakan cinta, maka saat itu juga waktu untuk bertanggung jawab penuh atas rasa yang dimiliki :). Kalau belum berani bertanggung jawab (nikah), maka jangan coba-coba mengutarakannya, dan di sinilah letak ujian KEKUATAN kita.

Mecintai memang pekerjaan orang KUAT. (Ustadz Anis Matta dalam Serial Cinta). Maka mari KUAT bersama-sama ukhty fillah.

Karena itu di awal-awal liqo/ mentoring, materi akidah diutamakan :)
Mulai dari urgensi akidah, karakteristiknya, sumbernya, aspek dan rukunnya, yang membatalkan dan merusak kesempurnaannya, al wala wal bara', makna iman kepada rukun iman, dll. Lalu setelah itu murabbiyah atau mentor kita mulai menuntun kita agar memiliki amal yaumi (amal ibadah sehari-hari), lalu mereka juga mengajari dan berusaha menjadi teladan kita terkait akhlaq seorang mukminah, yang biasanya kita kaji dari akhlaq mulia dan ketegaran para sahabiyah dalam menjaga izzah mereka. Semua itu murabbiyah kita lakukan agar bersama-sama kita dapat menyempurnakan bangunan Islam kita, agar iman kita berbuah manis, melalui karakter diri yang menawan, keteguhan, kesabaran, keikhlasan, tawakkal kita kepada Allah dll. Bersama kita berjuang menjadi muslimah tangguh yang kelak dibanggakan Rasulullah dan dikumpulkan dengan beliau di hari akhir, insya Allah.

Nah, dalam mempelajari akidah atau keimanan, aspek rasa itu memang sangat penting, sebagai pemantap iman di hati, namun bingkainya perlu dibuat dulu. Nah, bingkainya itu adalah ilmu, yang berdasar Al Qur'an dan Sunnah, agar 'rasa' kita menjadi aman, karena sudah ada bingkai/batasnya.

Mari kita belajar bersama ukhty fillah, juga berjuang bersama, bermujahadah hingga ketetapan Allah yang pasti sempurna datang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa iman memang selalu naik turun, maka memang kita perlu terus belajar dan senantiasa merawat keimanan ini, agar semakin baik dari hari ke hari, hingga akhirnya saat Allah mempertemukan kita dengan sang Pangeran :), atau bahkan kelak di ujung usia, kita berada dalam keadaan yang terbaik di mataNya. Karena di akhir usia lah penentu segala amal yang telah kita upayakan selama ini, apakah berakhir dengan Husnul Khotimah atau sebaliknya.

Dan kerja-kerja untuk meningkatkan kualitas iman dan merawatnya ini BUKANLAH PEKERJAAN YANG RINGAN, sehingga tidak bisa dianggap sepele!! Ada banyak hal BESAR yang harus kita kerjakan dengan sungguh-sungguh di sini. Karena itu, kita juga belajar untuk memprioritaskan agenda-agenda merawat dan meningkatkan kualitas iman ini melalui halaqah-halaqah kita. Ciptakan halaqahmu seindah jannahNya ya ukhty ^^, agar tiap minggu kita sempat menikmati 'taman surga' yang ada di dunia itu.

Dan ternyata, akidah bukan hanya benteng untuk menguatkan diri agar tidak tunduk dengan perasaan, namun akidah atau keimanan yang kuat adalah perisai terbaik bagi segala bentuk ujian dan cobaan yang memang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tabiat kehidupan manusia.Ayo, jadi akhwat tangguh !! Bersama kita bisa, insya Allah.


"Hidupku adalah izinNya
Sudah seharusnya aku berbakti padaNya Apapun yg DIA berikan
Aneh kiranya cinta untukNya terbagi dgn yg lain
Sedangkan nikmatNya, cintaNya, untukku Tiada pernah terbagi
Aneh juga kiranya jika hati menjadi risau dan galau
Sedangkan pertolonganNya begitu dekat..

Aku harus tegar
Aku juga harus tegas
Hingga Rasul bangga melihatku
berjalan dimuka bumi dengan tegar dan tegas ku
Namun semuanya itu tidak berarti tanpa ada sebuah kesabaran
Karena Allah senantiasa bersama orang2 yang sabar
Sabar menghadapi segalanya

Karena Allah selalu dihati
Hingga yakin Allah Yang Maha Pengasih akan membantuku

Andai Allah sudah dihati
Tiada masalah yang tidak dapat teratasi
Allah Maha Berkuasa
DIA memungkinkan yang tidak dan tidak Memungkinkan yang mungkin
Semua kejadian karena izinNya, kasih dan cinta-Nya
Allah Maha Baik dan DIA selalu memberi yg terbaik untukku
Allah Maha Indah dan DIA selalu memberi yg terindah untukku
Cukup serahkan segala urusan padaNya Karena DIA Penentu Sejati
Hingga aku tak mengenal risau, galau, apalagi gelisah…

Wallahu 'alam. Semoga bermanfaat :)