Jumat, 26 Oktober 2012

Menjaga Baik Sangka pada Allah, Dalam Dekapan Ukhuwah

Ada banyak hal yang tak pernah kita minta
tapi Allah tiada alpa menyediakannya untuk kita
seperti nafas sejuk, air segar, hangat mentari
dan kicau burung yang mendamai hati
jika demikian, atas doa-doa yang kita panjatkan
Bersiaplah untuk diijabah LEBIH dari apa yang kita mohonkan

Dikutip dari Buku "Dalam Dekapan Ukhuwah", sebuah kisah yang menyentuh nurani, mengingatkan kita kembali sejauh mana kita menjaga prasangka kita agar tetap baik kepada Allah, padahal menjaga prasangka baik dan yakin bahwa Allah paling tahu yang terbaik buat kita adalah bagian dari akidah, berikut kisahnya

Seorang kawan bertanya dengan nada mengeluh, "Di mana keadilan Allah?", ujarnya. "Telah lama aku memohon dan meminta padaNya satu hal saja. Kuiringi semua itu dengan segala ketaatan padaNya. Ku jauhi segala laranganNya. Kutegakkan yang wajib. Ku tekuni yang sunnah. Ku tebarkan shadaqah. Aku berdiri di waktu malam. Aku bersujud di kala dhuha. Aku baca kalamNya. Aku upayakan sepenuh kemampuan mengikut jejak RasulNya. Tapi hingga kini Allah belum mewujudkan harapanku itu. Sama sekali."

Saya menatapnya iba. Lalu tertunduk sedih.

"Padahal," lanjutnya kini sambil berkaca-kaca, "Ada teman lain yang Aku tahu ibadahnya berantakan. Wajibnya tak utuh. Sunnahnya tak tersentuh. Akhlaknya kacau. Otaknya kotor. Bicaranya bocor. Tapi begitu dia berkata bahwa dia menginginkan sesuatu, hari berikutnya segalanya telah tersaji. Semua yang dia minta didapatnya. Lalu di mana keadilan Allah?"

Rasanya saya punya banyak kata-kata untuk menghakiminya. Saya bisa saja mengatakan, "Kamu sombong. Kamu bangga diri dengan ibadahmu. kamu menganggap hina orang lain. Kamu tertipu oleh kebaikanmu sebagaimana iblis telah terlena! Jangan heran kalau doamu tidak diijabah. Kesombonganmu telah menghapus segala kebaikan. Nilai dirimu hanya anai-anai beterbangan. Mungkin kawan yang kau rendahkan jauh lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah karena dia merahasiakan amal shalihnya!"

Saya bisa mengucapkan itu semua atau banyak kalimat kebenaran lainnya.Tapi saya sadar. Ini ujian dalam dekapan ukhuwah. Maka saya memilih sudut pandang lain yang saya harap lebih bermakna baginya daripada sekedar terinsyafkan tapi sekaligus terluka. Saya khawatir, luka akan bertahan jauh lebih lama daripada kesadarannya.


Maka saya katakan padanya,"Pernahkah engkau didatangi pengamen?"

"Maksudmu?"

"Ya, pengamen, " lanjut saya diiring senyum. "Pernah?"

"Iya, pernah." Wajahnya serius. Menatap mata saya lekat-lekat.

"Bayangkan jika pengamennya adalah seorang yang berpenampilan seram, bertindik, bertato dan wajahnya garang mengerikan. Nyanyiannya lebih mirip teriakan yang memekakkan telinga. Suaranya kacau, balau, sengau, parau, sumbang dan cemprang. Lagunya malah menyakitkan ulu hati, sama sekali tak dapat dinikmati. Apa yang akan kau lakukan?"

"Segera kuberi uang," jawabnya, "Agar segera berhenti bernyanyi dan cepat-cepat pergi."

"Lalu bagaimana jika pengamen itu bersuara emas, mirip sempurna dengan Ebiet G. Ade atau Sam Bimbo yang kau suka, menyanyi dengan sopan dan penampilannya rapi lagi wangi, apa yang akan kau lakukan?"

"Kudengarkan, kunikmati hingga akhir lagu, dia menjawab sambil memejamkan mata, mungkin membayangkan kemerduan yang dicanduinya itu. "Lalu ku minta menyanyikan lagi yang lain lagi. Tambah lagi dan lagi. "

Saya tertawa.

Dia tertawa.

"Kau mengerti kan?" tanya saya. "Bisa juga Allah berlaku begitu pada kita, para hambaNya. Jika ada manusia yang fasik, keji, munkar, banyak dosa dan dibenciNya berdoa dan memohon kepadaNya, mungkin akan Dia firmankan kepada malaikat, "Cepat berikan apa yang dia minta. Aku muak mendengar ocehannya. Aku benci menyimak suaranya. Aku risi mendengar pintaNya!"

"Tapi," saya melanjutkan sambil memastikan dia mencerna setiap kata, "Bila yang menadahkan tangan adalah hamba yang dicintaiNya, yang giata beribadah, yang rajin bersedekah, yang menyempurnakan yang wajib dan menegakkan sunnah, maka mungkin saja Allah akan berfirman kepada malaikatNya, "Tunggu! Tunda dulu apa yang menjadi hajatnya. Sungguh aku bahagia bila dia meminta. Dan biarlah hambaKu ini terus meminta, terus berdoa, terus menghiba. Aku menyukai doa-doanya. Aku menyukai kata-kata dan tangis isaknya. Aku menyukai khusyu' dan tunduknya. Aku menyukai puja dan puji yang dilantunkannya. Aku tak ingin dia menjauh dariKu setelah mendapat apa yang dia pinta karena Aku mencintainya.

"Oh ya?" matanya berbinar. "Betul demikiankah yang terjadi padaku?"

"Hmm.. Pastinya aku tak tahu, "jawab saya sambil tersenyum.

Dia agak terkejut. Segera saya sambung sambil menepuk pundaknya,"Aku hanya ingin kau berbaik sangka pada Allah."

Dan dia tersenyum. Alhamdulillah.. :)

#Kisah ini sarat akan hikmah, baik indahnya ukhuwah, menjaga baik sangka pada Allah dan seni menasehati. Semoga bermanfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar