Jumat, 26 Oktober 2012

Pintu Surga yang Terbaik


Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.”
Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya (orang tsb) masuk Surga.” (Riwayat Muslim)
Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ (pintu yang terbaik) menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (HR At-Tirmidzi)

Kedua hadits Rasulullah di atas menekankan pada kita tentang sangat pentingnya berbakti kepada orang tua. Di saat durhaka dan melawan kepada orang tua seakan sudah menjadi sebuah kewajaran, penting sekali bagi kita untuk kembali memuhasabah diri. Apakah kita sudah memuliakan orang tua kita atau malah termasuk orang yang merugi seperti hadits Rasulullah di atas.

Dari majalah OASE-LMI edisi Mei 2012, ada sebuah kisah mengharukan yang mungkin dapat menginspirasi kita. Kisah ini terjadi di pengadilan Arab Saudi.


Di salah satu pengadilan Arab Saudi, seseorang bernama Hizan Al Fuhaidi, berdiri di depan hakim dengan bercucuran air mata hingga membasahi janggutnya karena ia kalah terhadap perseteruan dengan saudara kandungnya. Tentang apakah perseteruannya ? Tentang tanah kah? Atau warisan yang mereka perebutkan?

Ternyata bukan tentang hal itu, namun tak lain adalah karena ia kalah terkait pemeliharaan ibunya yang sudah tua renta dan bahkan hanya memakai sebuah cincin timah di jarinya yang sudah keriput.

Seumur hidupnya, beliau tinggal dengan Hizan yang selama ini menjaganya. Tatkala beliau telah menua, datanglah adiknya yang tinggal di kota lain untuk mengambil ibunya agar tinggal bersamanya, dengan alasan fasilitas kesehatan dan lain-lain di kota jauh lebih lengkap daripada di desa. Namun Hizan menolak dengan alasan selama ini ia mampu untuk menjaga ibunya. Perseteruan ini akhirnya berlanjut sampai ke pengadilan.

Sidang demi sidang berlalu, hingga sang hakim pun meminta agar sang ibu dihadirkan ke dalam majelis. Kedua bersaudara ini membopong ibunya yang sudah tua renta yang beratnya sudah tidak sampai 40 kg. Sang hakim kemudian bertanya padanya, siapakah yang lebih berhak tinggal bersamanya. Sang ibu memahami pertanyaan sang hakim. Ia pun menjawab, sambil menunjuk ke arah Hizan, "Ini mata kananku", kemudian menunjuk ke adiknya sambil berkata, "Ini mata kiriku". Sang hakim berpikir sejenak kemudian memutuskan hak pemeliharaan sang ibu kepada adik Hizan, berdasarkan kemaslahatan bagi sang ibu.Subhanallah, kisah yang sangat langka.

Betapa mulia air mata Hizan. Air mata penyesalan karena tidak bisa memelihara ibunya tatkalah beliau telah menginjak usia lanjutnya. Dan betapa terhormat sang ibu yang diperebutkan oleh anak-anaknya hingga seperti ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar