Jumat, 26 Oktober 2012

Persiapan Pernikahan dan Membentuk Keluarga Islami

Bismillahirrahmanirrahiim.. Berikut adalah catatan materi pertama seminar muslimah wilayah (semuswil) di FK UNAIR tanggal 13 Oktober 2012. Semoga poin-poin penting yang bisa saya catat dan ingat di semuswil kemarin dapat bermanfaat buat antunna semua. Jadi memang ini bukan resume yang alurnya runtut, tapi hanya catatan yang saya anggap penting atau yang sempat saya tangkap saja.

1. Ustadz Salim A. Fillah dan Ustadz Fauzil Adhim -- Persiapan Pernikahan dan Membentuk Rumah Tangga Islami

a. Catatan lengkap Ustadz Salim bisa dilihat di www.salimafillah.com di tulisan yang berjudul "Menjaga, Menata, lalu Bercahaya." Selain itu disarankan juga membaca tulisan beliau yang lain yaitu "Nadzar (melihat), bukan sekedar Ta'aruf".

b. Dari hadits Rasulullah yang berbunyi , "yaa ma’syarasy syabaab, manistatho’a minkumul ba’ah, fal yatazawwaj" (Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah), ini menunjukkan bahwa menikah itu perlu dipersiapkan, agar kita memang menjadi mampu. Maka fokuskan pikiran kita bukan pada dengan siapa kita menikah, tapi ikhtiar untuk akhirnya mampu menikah. Kata beliau, berdasarkan pengalaman, mereka yg berbakat gagal di pernikahan biasanya adalah mereka yang berfokus pada "Who". Dengan siapa. Sedangkan yang bisa melalui kehidupan pernikahan yang penuh tantangan adalah mereka yang berfokus pada "Why dan How". Mengapa saya menikah dan bagaimana saya meraihnya dalam kerangka ridho Allah. Yang pasti lagi kata beliau, kita menikah bukan karena "oohh.. soalnya temen saya yang lain juga udah pada nikah, masa saya belum..". Maka, Mari jaga niat.

c. Persiapan pra nikah :
1. Persiapan ruhiyah : (a) Jaga niat, menikah karena Allah, menikah karena itulah sunnah yang dicintai Rasulullah. Menikah karena dapat menyempurnakan dien. (b) Menjaga prasangka baik kepada Allah (c) Menjaga amalan-amalan sunnah, agar tepat segala keputusan, lihat hadist 'Arbain tentang wali Allah. "Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk berbuat dan kakinya yang digunakan untuk berjalan." Bila amalan sunnah selalu kita jaga, maka Allah lah yang akan membantu kita mengambil keputusan yang tepat untuk semua urusan kita. (d) Shalat istikharah. Perhatikan doa istikharah, indah sekali, karena memang seperti itulah ilmu kita, tak sebanding dengan ilmu dan pengetahuan Allah, maka memilihlah keputusan yang tepat bukan dengan ilmu kita, tapi dengan ilmu Allah.
2. Persiapan Tsaqofiyah : (a) Pelajari syariat-syariat berkenaan dengan pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, doa sebelum berjima', dll. Ini adalah ilmu tentang Ad Diin (b) Pelajari ilmu tentang berkomunikasi yang ma'ruf dengan pasangan. Pelajari Seni mencintai. Karena sebagian besar pernikahan tidak harmonis bukan karena pasangan tidak saling mencintai, tapi karena mereka tidak tahu ilmu dan seni mengekspresikan cinta. Kesalahan besar bahwa cara mencintai pasangan adalah dengan cara kita ingin dicintai. Karena sangat jelas laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang berbeda. (c) Pelajari ilmu untuk menjadi orangtua yang baik / parenting (d) Pelajari ilmu tentang penataan ekonomi, dll
3. Persiapan jasadiyah : Jika memiliki penyakit baik berkenaan dengan reproduksi, kesehatan kulit, dll segera disembuhkan. Selain itu, perhatikan makanan. Pokoknya harus halal, thayyib dan teratur, apalagi wanita yang akan melahirkan generasi rabbani. Harus sehat dan menjaga kebugaran tubuh. Hapus kebiasaan jajan sembarangan. Tentang kebersihan pakaian juga.
4. Persiapan maaliyah : Kalau berbicara untuk muslimah, kemampuan yang penting dalam hal ini adalah pintar mengelola keuangan. Sedangkan bagi ikhwan, tugas menafkahi adalah kewajiban dan penegasan kepemimpinan suami. Ppersiapan finansial nikah sama sekali tidak bicara tentang berapa banyak uang, rumah dan kendaraan yang kita punya, namun berbicara tentang kapabilitas menghasilkan nafkah, berwujud upaya untuk itu dan kemampuan mengelola sejumlah apapun itu.
5. Persiapan Ijtima'iyyah (Sosial) : Ini puenting buanget.. dan jarang kita perhatikan. Artinya disini adalah siap untuk bermasyarakat, faham bagaimana bertetangga, mengerti bagaimana bersosialisasi dan mengambil peran di tengah masyarakat. Juga tak kalah penting, memiliki visi dan misi da'wah di lingkungannya. Sebuah cerita yang inspiratif saat ustadz. salim dulu masih mengontrak, sempat beliau berfikir sepertinya tdk masalah juga kalau terus mengontrak, sampai ada anak tetangga yang mengaji di rumah kontrakan beliau itu mencoret-coret dinding ketika pemilik rumah tsb juga sedang bertamu di sana dan akhirnya anak-anak kecil itu dimarahi oleh sang pemilik rumah. Akhirnya beliau berfikir, apabila memang punya rumah sendiri dapat lebih bermanfaat bagi umat, lebih mengoptimalkan manfaat dakwah di lingkungan sekitar, sehingga anak-anak leluasa mengaji di rumah, maka akhirnya beliau dengan izin Allah memiliki rumah sendiri. Begitu juga dengan kendaraan (mobil), beliau tdk pernah berfikir ingin memiliki mobil sampai ada tetangganya yang hendak cuci darah ke RS berangkat hujan-hujanan naik motor, dan akhirnya beliau kini memiliki mobil dan alhamdulillah sekarang bermanfaat untuk umat dan dakwah, dan insya Allah itulah berkahnya. Kalau barang-barang milik kita itu bermanfaat untuk tetangga kita, maka yang menjaga bukan kita saja, tapi tetangga kita juga ikut menjaganya. Subhanallah.

d. Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling mudah. (HR. Abu Dawud). Dalam hal ini yang mudah adalah proses dan maharnya.

e. Dahulukan belajar ilmu-ilmu syar'i daripada ilmu lain.

f. Pikirkan hal-hal besar, agar tak ribut memikirkan hal kecil. Saat misi pernikahan salah satunya juga diniatkan untuk memperkuat dakwah Islam, maka hal remeh temeh di dalam pernikahan tidak akan mudah mengguncang dan melemahkan bahtera rumah tangga. Karena yang difikirkan adalah hal besar, yaitu ummat dan dakwah.

g. Masih ada tempat untuk cinta : (a) Seseorang mencela temannya yang jatuh cinta. Maka orang yang dicela itu berkata, "Andaikan orang yang jatuh cinta bisa memilih, tentu aku tidak akan memilih jatuh cinta. (Al Mada'iny dalam Ibnu Qayyim al Jauziyah), (b) Memberi pertolongan bagi orang yang sangat mencintai kekasihnya merupakan syafaat yang paling utama dan paling besar pahalanya di sisi Allah. Oleh karena itu, sesuatu yang paling disukai iblis adalah memisahkan antara dua orang yang saling mencintai. (Ibnu Qayyim al Jauziyah), (c) Dikuatkan dengan shirah tentang para sahabat dalam menyikapi para pemuda yang jatuh cinta yang menunjukkan bagaimana orang-orang terdahulu memberikan pertolongan kepada mereka yang jatuh cinta dengan sebaik-baik syafaat, yaitu mempertemukan mereka sehingga menjadi suami istri yang sah menurut agama. Bukan justru dipisahkan, sementara kaki masih bisa melangkah untuk menemui di saat-saat rindu, apalagi ketika di masa sekarang jarak menjadi lebih dekat karena mudahnya berbagai akses transportasi dan pesawat telepon atau sms juga mudah berbunyi. -----> Kalau ini terserah anda, ini tidak disampaikan di seminar tapi dibagikan dalam bentuk hard, yang pasti antunna pasti tahu batas-batasnya dan bedanya antara cinta dan nafsu.

h. Saat Allah tidak atau belum memberikan keturunan, maka yang paling penting adalah prasangka baik kepada Allah harus tetap dijaga. Dalam Islam memang tidak diperbolehkan mengangkat anak yang akan dinasabkan ke nasab kita, namun boleh mengadobsi anak, yang lebih utama adalah kerabat dekat, agar mempermudah terkait ke-mahrom-an. Ada sebuah keluarga yang tidak dikaruniai anak oleh Allah, mereka akhirnya memutuskan mengadobsi anak, hingga 13 orang, mereka didik anak asuh mereka dengan Al Qur'an, mereka besarkan dengan baik, dan sekarang 3 atau 4 orang sudah hafal 30 juz, sedangkan yang lain sudah hafal 20 juz ke atas. Dan ini dimulai dari tetap menjaga prasangka baik kepada Allah. Subhanallah ya :')

i. Kata Umar bin Khaththab, pemuda yang tidak berkeinginan segera menikah itu kemungkinannya dua, kalau tidak banyak maksiatnya, pasti diragukan kejantanannya. Nah, kebanyakan insya Allah jantan (normal), maka penyebabnya adalah maksiat. Maksiat menghalangi rizqi Allah. Dan pasangan yang sholeh adalah rizqi Allah, maksiatlah yang menghalanginya untuk diberikan kepada kita.

j. Apa kriteria ba'ah/ mampu menikah? Sebagian ulama berbeda pendapat. Namun makna ba'ah yang utama adalah kemampuan biologis, kemampuan berjima'. Adapun makna tambahannya menurut Imam Asy Syaukani adalah al mahru wan nafaqah, mahar dan nafkah. Sedang menurut ulama lain adalah penyediaan tempat tinggal. Tetapi makna utamanya yang ditekankan adalah kemampuan jima'. Maka kita dapati generasi awal ummat ini menikahkan putra-putri mereka di usia muda. Seperti Aisyah, menikah dulu, berumah tangga kemudian sering dilakukan para sahabat dulu kepada putra putri mereka. Bahkan ulama besar dan tokoh menyejarah menikah di usia belasan, seperti Yusuf al Qardhawi dan Ali ath Thanthawi.

semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar