Sabtu, 27 Oktober 2012

Rasa Sepi Seorang Ibu



Sepi adalah jenak waktu yang tentu saja memberi rasa tidak nyaman. Apalagi kita tidak bisa tahu kapan ia akan berakhir. Dan harus diakui, bahwa kita seringkali lupa akan keberadaan orang tua kita, padahal bisa jadi mereka sedang dalam dekapan rasa sepi. Maka mari coba kita berhenti sejenak untuk membicarakan rasa sepi orang tua kita, khususnya ibu.

Rasa Sepi ketika Sendiri Membesarkan Anak-Anaknya

Cinta seorang ibu adalah cinta yang tak terbatas, meski kadang cinta itu tak berbalas. Atas nama cintanya yang tulus, apapun akan ibu jalani agar kebutuhan anaknya terpenuhi. Apapun akan diusahakan. Energi itu begitu kuat, meski tak jarang seorang ibu kemudian harus melakukan semua itu sendiri, tanpa kehadiran seorang suami yang menemani, entah karena ajal menjemput atau yang lainnya. Berat pasti. Tapi karunia cintanya yang begitu besar dapat mengalahkan segala rintangan tersebut. Tekadnya yang demikian besar terbangun, sehingga lahirlah anak-anak yang sukses dalam hidup dan karirnya, berkat sentuhan cinta dan pengorbanannya.


Rasa cinta itu
Mampu membuat ibu tetap bertahan
Meski hatinya sedang remuk redam

Untuk buah hatinya yang bergantung padanya


Rasa cinta itu
Membuat seorang ibu mampu mengangkat beban
Ke tempat – tempat yang jauh
Meski terkadang pengorbananya tak dihargai buah hatinya

Rasa cinta itu
Mampu membuat seorang ibu tetap menatap tajam
Saat yang lain tak mampu menahan tangis

Rasa cinta itu
Dapat melahirkan kekuatan dahsyat seorang anak
Hanya dari kata – kata lembut dan sabar

Yang terucap dari seorang ibu di ujung hari



Perjuangan membesarkan anak adalah hari- hari yang penuh rasa sepi, dengan kesulitan yang terkadang belum bisa kita cerna saat itu, atau mungkin hingga hari ini. Namun mungkin kita tak pernah mencoba untuk ikut merasakannya, meski untuk sekedar mengingat jasa manusia agung itu.

Rasa Sepi Ketika Ditinggal Anak-Anaknya Merantau

Setiap anak pasti akan menentukan pilihan hidupnya masing-masing, dan oleh karena itu terkadang kita harus meninggalkan kedua orang tua kita, untuk menuntut ilmu, mencari rejeki, mengadu nasib dsb. Berawal dari sini rasa sepi pun muncul di relung seorang ibu. Hari ini, entah di manapun kita berada, mari kita renungkan keadaan ibu. Mungkinkah saat ini beliau sedang menghabiskan waktu memandangi kamar kita, atau halaman tempat kita biasa bermain?

Ibu memang selalu merindukan kita. Sangat merindukan kita. Sampai kapan pun. Ada sebuah kisah tentang seorang ibu yang bertemu dengan seorang pemuda di sebuah toko perbelanjaan. Sang ibu saat itu meminta maaf pada si pemuda karena dari tadi memandangi si pemuda yang ternyata mengingatkannya pada anaknya. Sang pemuda baik hati itu pun menyempatkan waktunya untuk sejenak berbicara dengan sang ibu tersebut. Hingga saat ia mau berpamitan, sang ibu meminta sesuatu kepada pemuda tersebut. Permintaannya sangat sederhana. Ibu tersebut hanya meminta pada si pemuda agar saat ia pergi nanti, dari kejauhan ia mau melambaikan tangannya dan mengucapkan “dada” kepada beliau. Hai itu dulu sering dilakukan anaknya dan ia rindu dengan hal tersebut, sembari berharap agar hal itu sedikit dapat mengurangi rasa rindunya. Maka si pemuda baik hati itu pun memenuhi permintaan sederhana sang ibu. Selesai membayar belanjaannya, si pemuda itu pun melakukannya sambil melangkah pergi, membawa serta sebagian rasa sedih yang ada di hati sang ibu.

Rasa Sepi Ketika Anak-Anaknya Telah Sukses dan Mandiri

Merantau mungkin awalnya hanya untuk menimba ilmu dan pengalaman. Tapi di kota atau mungkin negeri baru, kita menemukan kehidupan baru yang membuat kita harus bertahan tinggal di sana. Lalu keberhasilan dan kesuksesan dalam karir pun kita raih, dan keberhasilan serta kesuksesan tersebut tentunya selalu memberi perubahan, seperti perubahan pada kita yang mungkin sudah mampu hidup mandiri. Namun ibu yang mengantarkan kita pada keberhasilan itu tetap dalam keadaannya yang dulu. Tak ada perubahan, kecuali fisiknya yang kian lemah. Sepi yang dulu ia rasakan kini pun tak jauh beda. Bahkan mungkin semakin bertambah, karena kita semakin jarang mengunjunginya. Kalaupun kita punya niat baik merawatnya dengan tetap tinggal mengikuti kita, terkadang beliau tetap memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri, merajut kenangan yang ada. Ada sebuah penuturan dari seorang ibu yang anak-anaknya secara karir sukses luar biasa, tapi rasa sepi ibu itu tak tertahankan. Sambil menahan tangis ia berkata ,”Sebenarnya bukan oleh-oleh, kiriman atau bawaannya yang Ibu perlu, tapi datang menengok orang tua. Itu saja yang bikin hati ini senang.”

Rasa Sepi ketika Anak Mengalami Kekeringan Spiritual

Rasa sepi yang paling dahsyat akan dirasakan seorang ibu ketika beliau tak menemukan keshalihan pada diri anak-anaknya. Saat beribadah tak ada yang menemani. Ketika berdo’a tak ada yang mengamini. Di kala sakit tidak ada yang mendoakan. Akhir hidupnya dihantui rasa takut akan kegagalan menuai pahala dari anak-anaknya.
Jangan merasa puas dengan hanya melihat senyumnya saat kita bisa menghadiahinya barang mahal. Karena bisa jadi beliau merindukan sesuatu yang lain, yang jauh lebih berharga daripada barang yang kita berikan, yaitu keshalihan kita, kemantapan iman kita.

Rasa Sepi Ketika Anak Tak Memahami Bahasa Hati Seorang Ibu

Karena kita dan orang tua ditakdirkan lahir di generasi yang berbeda, menghuni zaman yang tak serupa, mengalami perubahan budaya yang tak sama, terkadang menimbulkan perbedaan yang membuat komunikasi kita dan beliau tak sepaham, kehendak yang tak seiring dan pikiran yang tak sejalan. Kondisi seperti ini seringkali mewariskan rasa sepi bagi beliau. Bukan karena mereka ditinggalkan, tapi karena ada keinginan yang tidak dapat dipahami oleh anaknya. Perasaan seorang ibu ini tidak mampu diterjemahkan oleh anak yang dibesarkan dalam budaya yang tidak mengutamakan tatakrama dan sensitifitas.

Sahabat, mari sejenak, kita bicarakan rasa sepi seorang ibu, agar suatu saat nanti kita tak menyesali sikap acuh kita, ketika rasa sepi merenggut segalanya.

-Semoga bermanfaat-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar